Penulis: Agus Dei, Akademisi UPMI – Mantan Wartawan
Balitopik.com – Bali harus mampu mandiri energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri pariwisata. Selain itu, penyediaan energi harus dilakukan dengan energi bersih guna menjaga kelestarian alam Bali, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang sehat dan berkualitas, sebagai implementasi dari visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Energi listrik Bali yang ramah lingkungan wajib dikelola dengan baik agar mendatangkan kemanfaatan ekonomi, sosial budaya, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Bali. Saat ini, Bali memiliki ketersediaan energi sebesar 1.155 MW, yang bersumber dari pembangkit tenaga listrik di Bali sebesar 815 MW dan dari luar Bali (Paiton)lewat kabel laut sebesar 340 MW.
Kondisi ini menunjukkan Pulau Dewata masihlah tergantung pada pasokan listrik dari luar, sehingga sangat berisiko terjadi gangguan penyaluran yang berakibat pada pemadaman listrik. Pasokan listrik dari luar Bali ini masih bersumber dari bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. Sementara kebutuhan listrik di Bali akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk, industri, infrastruktur, dan transportasi.
Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri dan harus dihadapi oleh Bali sebagai daerah yang setiap saat berlangsung kegiatan berskala nasional dan internasional.
Sebagai orang nomor satu di Bali, awal masa menjabat Gubernur periode 2018-2023, Wayan Koster bertekad menjadikan Bali mandiri energi dengan energi bersih. Hal ini tertuang melalui pembentukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.
Selain itu pada Agustus 2019, Pak Koster meneken memorandum of understanding (MoU) dengan PLN soal penguatan sistem ketenagalistrikan pemanfaatan energi bersih di Pulau Dewata, yang dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat itu, Ignasius Jonan.
Sebagai implementasi peraturan ini, Pak Koster secara tegas dan konsisten memerintahkan seluruh pemangku kepentingan, yakni dengan mengganti pembangkit tenaga listrik yang semula berbahan bakar minyak (fosil) di Pesanggaran, Denpasar, dengan bahan bakar gas berkapasitas 220 MW.
Lalu berikutnya, memperbaiki sistem pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara (fosil) yang saat ini ada di Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, berkapasitas 380 MW sehingga menjadi lebih ramah lingkungan dan membangun pembangkit tenaga listrik baru berbahan bakar gas di Sidakarya, Denpasar, berkapasitas 2×100 MW mulai tahun 2022.
Kemudian, membangun pembangkit tenaga listrik baru berbahan bakar gas di Celukan Bawang, Buleleng, dengan kapasitas 250 MW yang direncanakan mulai tahun 2023, dan membangun Terminal LNG di Pesanggaran, Denpasar, mulai tahun 2022 dan selesai tahun 2023, serta menyiapkan rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik baru dengan menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Kabupaten Karangasem, Banglidan Klungkung.
Merealisasikan hal ini, Pak Koster mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Provinsi Bali dan secara tegas tidak mengizinkan pihak manapun untuk menambah pasokan energi dari luar Bali, bahkan pasokan energi listrik dari Paiton, Jawa Timur kapasitas 340 MW, akan difungsikan sebagai cadangan (reserve sharing).
Ide besar Pak Koster menerapkan kebijakan Bali Mandiri Energi dengan energi bersih yang pertama dan satu-satunya Provinsi di Indonesia, merupakan penanda Bali Era Baru. Dengan kebijakan Bali Mandiri Energi, memastikan kebutuhan energi di Bali dapat dipenuhi secara aman dan nyaman.
Kebijakan Bali Energi Bersih pun mendapat apresiasi dari berbagai negara, secara langsung meningkatkan citra pariwisata Bali yang ramah lingkungan, berkualitas, dan berkelanjutan. Tak hanya itu, peraturan tentang energi bersih pun dibentuk, melalui Peraturan Gubernur Nomor 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.
Peraturan yang terdiri dari 11 Bab dan 33 pasal ini memiliki semangat utama untuk menjamin pemenuhan kebutuhan energi secara mandiri, ramah lingkungan, berkelanjutan dan berkeadilan dengan menggunakan energi bersih.
Peraturan Gubernur ini juga mengatur tentang pengembangan Bangunan Hijau, yaitu bangunan yang memiliki keseimbangan antara energi yang dihasilkan serta energi yang digunakan (zero energy building).
Sementara Bangunan Hijau yang akan dikembangkan ini meliputi:
-Memiliki karakter tropis dan sesuai dengan arsitektur tradisional Bali.
-Desain atau tata letak bangunan harus memanfaatkan sinar matahari secara optimal, penggunaan material bangunan ramah lingkungan, alat kelistrikan dan transportasi dalam gedung yang hemat listrik.
-Sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) Atap dan/atau pemanfaatan teknologi surya lainnya.
-Efisiensi sumber daya air meliputi pemenuhan sumber air, pemakaian air, daur ulang limbah air dan penggunaan peralatan saniter hemat air, dan pengolahan sampah dan air limbah sesuai dengan prosedur.
Pengembangan Bangunan Hijau ini akan menyasar bangunan pemerintah pusat dan daerah, serta bangunan komersial, industri, sosial dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 meter persegi. Pemasangan PLTS Atap dan/atau pemanfaatan teknologi surya lainnya pada bangunan-bangunan tersebut dilakukan dalam tenggang waktu beragam, yakni mulai tahun 2021 hingga 2024.
Dalam berbagai kuliah umum di 13 perguruan tinggi negeri dan swasta di Bali, Pak Koster dihadapan GEN-Z Penerus Masa Depan Bali selalu mengingatkan, bahwa ke depannya Bali harus mandiri di bidang energi dan tidak boleh bergantung pada daerah lain. Karena itu, perlu dukungan yang kuat dari semua elemen masyarakat Bali agar program Bali Menuju Energi Bersih terwujud.
“Lima tahun kemarin saya bersama Pak Cok Ace sudah banyak melakukan terobosan nyata agar program ini berhasil. Mudah-mudahan datang amanah dari rakyat Bali untuk 2025-2030, sehingga akselerasi program itu dapat terealisasi. Astungkara,” janji Pak Koster.
Direktur Politeknik Negeri Bali (PNB), Nyoman Abdi, SE.,M.eCom menilai, program Bali Menuju Energi Baru merupakan satu keharusan, mengingat Bali memiliki potensi yang luar biasa mulai dari pasokan ketersediaan air, angin, bio energi, surya dan panas bumi. Semua potensi ini bermanfaat untuk energi terbarukan yang dapat mengurangi pencemaran udara dan kerusakan lingkungan akibat eksplorasi.
Nyoman Abdi mengatakan, ide besar Pak Koster menuju energi bersih yang dituangkan dalam Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali perlu akselerasi dan keberlanjutan, sehingga program ini tidak putus ditengah jalan.
Prof. Dr. Ida Ayu Dwi Giriantari, Ph.D selaku ketua tim Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana menilai, Pemerintah Provinsi Bali memiliki komitmen kuat dengan visi Bali bersih hijau dan indah, serta ditambah kesadaran masyarakat akan pentingnya pemanfaatan energi bersih juga sudah mulai terbangun.
Menurutnya, peta jalan energi surya di Bali sudah ada sejak 2019, telah berkontribusi memberikan masukan kepada Pergub Energi terbarukan dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Provinsi (RUKP) untuk mendorong pengembangan energi surya di Bali, sangat perlu dilanjutkan.
Sekiranya komitmen Pak Koster dapat merealisasikan program energi terbarukan dan mandiri energi di Bali perlu mendapat dukungan masyarakat Bali.
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) yang merupakan energi bersih, adalah bagian dari kebijakan energi nasional dalam rangka mencapai target 23% bauran energi di tahun 2025 dan menjaga keberlangsungan aspek lingkungan. Dalam mendorong pengembangan EBT, pemerintah terus merampungkan regulasi dan memperbaiki kebijakan demi menciptakan iklim investasi yang baik, sehingga semakin tinggi keterlibatan sektor swasta.
Tak hanya sektor swasta, peran dan partisipasi aktif dari pemerintah daerah pun terus ditingkatkan dalam penggunaan dan pemanfaatan energi terbarukan yang sangat besar potensinya.Keinginan kuat Pak Koster, akan kebutuhan energi yang bersih di Bali, utamanya agar alam bersih, dan untuk mendukung citra pariwisata karena Bali ingin mengarah dan menjadi destinasi pariwisata dunia terbaik yang berkualitas.
Menurut Ketua DPD PDIP Bali ini, fenomena ke depan, orang akan kembali ke sesuatu yang lebih sehat, sehingga paradigma ke depan arahnya akan bermuara ke sana termasuk di sektor energi, dan Pemerintah harus mampu menangkap arah fenomena ini menjadi satu kebijakan baru.
Program EBT lain yang secara masif akan diimplementasikan di Bali antara lain pemasangan PLTS Atap dan penggunaan kendaraan listrik. Pak Koster pun menyampaikan akan mengeluarkan kebijakan penggunaan motor listrik berbasis baterai untuk mengurangi kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM) dan lebih jauh industri otomotif berbasis listrik akan dibangun.
Tekadnya bahwa ia akan mempercepat pencapaian target EBT ini, dalam satu dua tahun kedepan hotel, rumah, kantor, sekolah, restoran dan swalayan di seluruh Bali harus menggunakan PLTS atap dalam pembangunan nya.
Menurutnya, ada banyak ruang kosong di Bali yang tersedia dan tidak bermanfaat di Bali, dapat digunakan sebagai tempat pemasangan panel surya.
“Di Bandung sudah punya pabrik solar cell di LEN 70 MW, saya usul pabrik nya dibangun di Bali, sehingga dari hulu sampai hilir tersedia di sini. Politeknik EBT dan juga pusat penelitian serta pendidikan pelatihan EBT segera dibangun di Bali tahun ini. Ini langkah serius, sehingga Bali bisa menjadi provinsi percontohan bagi daerah lain”, kata Pak Koster dalam perbincangan dengan penulis.
Menurut Pak Koster, dalam penyusunan rencana pembangunan energi hijau serta memastikan pertumbuhan ekonomi regional di wilayah Bali, diperlukan pemetaan potensi energi terbarukan di wilayah itu.
Beberapa rencana pembangunan ketenagalistrikan nasional dan khususnya di Bali telah dilakukan berbagai pihak. Rencana itu di antaranya dituangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038, dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Bali 2020-2050.
Tiap-tiap rencana pembangunan itu mencakup adanya peningkatan energi terbarukan pada bauran pasokan listrik dalam memenuhi Bali yang green dan independent.
Namun, masih diperlukan analisis pasokan listrik dari pembangkit lokal yang bersumber dari energi terbarukan hingga 2060 untuk menilai apakah harapan itu dapat tercapai.
Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) telah memberikan pandangan secara ilmiah berdasarkan potensi wilayah Bali untuk memanfaatkan sumber daya mereka dalam mencapai mimpi besar Bali menuju energi bersih, independen, dan net zero emission 2060.
Semua hal tadi, sudah dituangkan dalam dokumen naskah akademik yang diserahkan kepada Pemprov Bali yang langsung diterima Pak Koster. Di dokumen tersebut dituangkan dalam hasil kajian yang dapat dijadikan referensi bagi Pemprov Bali dalam menyusun rencana pembangunan di masa depan yang bersifat lebih ramah lingkungan.
Sektor energi termasuk sektor penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di Indonesia, terutama di subsektor pembangkit listrik. Melalui perencanaan pembangunan pembangkit listrik dengan porsi energi terbarukan yang semakin tinggi dalam bauran energi, niscaya tujuan mencapai energi bersih dan penurunan emisi GRK akan dapat dicapai.
Merujuk data tahun 2021, tercatat penjualan listrik Bali tertinggi di sektor bisnis dan rumah tangga mencapai 88% dari total penjualan listrik 4,7 terawatt-hour (TWh). Kebutuhan listrik Bali saat ini dipenuhi dari pembangkit listrik off-grid, independent power producer (IPP) yang terhubung dengan jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali), dan pasokan listrik jaringan Jamali yang diperoleh dari Jawa melalui kabel bawah laut (subsea cable).
Sejak dideklarasikan pada Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Bali menyusun dan melaksanakan strategi untuk mengejar target Bali menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2045 serta mewujudkan Nusa Penida dengan 100 persen energi terbarukan pada 2030.
Bersama dengan mitra non-pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Bali Emisi Nol Bersih (Institute for Essential Services Reform (IESR), WRI Indonesia, New Energy Nexus Indonesia, dan CAST Foundation), berbagai kegiatan untuk mendukung Bali NZE 2045 telah dilakukan hingga saat ini, termasuk penyusunan peta jalan Bali NZE 2045 dan kampanye publik Sustainable Energy Bali pada November 2023 lalu.
Dalam penyusunan peta jalan Bali NZE 2045, Institute for Essential Services Reform (IESR) melakukan analisis Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030 – yaitu menjadikan Nusa Penida sebagai pulau berbasis energi terbarukan.
‘”Nusa Penida menjadi primadona, selain geliat sektor pariwisatanya,” ucap Pak Koster.
Menurutnya, setidaknya terdapat tiga alasan pokok yang menyebabkan Nusa Penida dipilih sebagai pulau dengan 100 persen energi terbarukan, yaitu ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah, letak geografis yang terpisah dari Bali daratan dan potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism).
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengungkapkan peluang besar Nusa Penida untuk menjadi pulau percontohan berbasis energi terbarukan, bahkan memasok kebutuhan energi di Pulau Bali. Tidak hanya itu, pemanfaatan energi terbarukan akan menjadikan magnet yang menarik lebih banyak pengunjung ke Nusa Penida dan berdampak pada peningkatan ekonomi daerah.
Hasil pemodelan IESR menunjukkan untuk mencapai 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida pada tahun 2030, sumber energi dominan yang menjadi tumpuan adalah PLTS, dikarenakan teknologi yang semakin murah dan sumber yang melimpah.
Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, mengungkapkan, bahwa sistem ketenagalistrikan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan secara teknis memungkinkan dan mampu mencapai biaya pembangkitan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pembangkit diesel.
Saat ini, peta jalan sedang dalam tahap finalisasi setelah mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). “Tahap pertama dalam mencapai 100% energi terbarukan di tahun 2030 adalah mencapai diesel daytime-off system, yang memaksimalkan pemanfaatan sistem PLTS dan BESS di siang hari,” jelas Alvin.
“Secara bersamaan perlu juga didorong untuk kajian lebih lanjut terkait sumber energi lainnya, seperti produksi biomassa, biodiesel, arus laut dan bayu. Sehingga potensi-potensi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencapai pengakhiran penggunaan diesel (diesel phase-out) di 2030.” tutup Alvin.
Jika semua mimpi besar Pak Koster ini terwujud, maka yang menikmati adalah anak cucu krama Bali dan sebagai pemangku kepentingan di masa itu adalah GEN-Z Penerus Masa Depan Bali yang hari ini mereka berumur di atas 20. Semoga! (*)