Balitopik.com – Isu pemanasan suhu dunia terus mengemuka dalam 3 dekade belakangan ini. Isu tersebut yang mendorong lahirnya Konferensi Perubahan Iklim tahun 1994 agar negara-negara di dunia melakukan kontrol atas emisi rumah kaca.
Di Indonesia sendiri, konferensi ini telah diatur melalui UU No 6 thn 1994 Jo UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Kesepakatan Paris (Paris Agreement). Meski telah tertuang dalam undang-undang, perhatian pemerintah terhadap isu iklim dinilai sangat minim dan tanpa arah.
Atas dasar itu, sejumlah aktivis lingkungan Bali berkumpul dalam sebuah pembehasan mendalam dengan tema “Menakar Masa Depan Transisi Energi di Indonesia” pada Minggu, (26/11/2023) di Denpasar.
Dana Tarigan dari Green Justice Indonesia menjelaskan Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-28 di Dubai pada tanggal 30 November sampai 12 Desember 2023 nanti akan membahas sejumlah isu krusial tentang perubahan iklim. Fokus pembahasannya adalah agar bagaimana negara-negara di dunia terhindar dari efek rumah kaca.
“Karena isu krusial tentang perubahan iklim ini tak kunjung mendapat kata sepakat dari semua negara. Yaitu adalah bagaimana suhu udara tidak memanas dengan memitigasi yang bersumber dari gas-gas rumah kaca (CO2, Metan), dan menyiapkan masyarakat akan perubahan yang akan terjadi (adaptasi),” ujarnya.
Dijelaskan bahwa kondisi tersebut memaksa negara-negara di dunia untuk mencari sumber energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Transisi penggunaan energi dari energi kotor yang menghasilkan emisi rumah kaca seperti batu bara ataupun bahan bakar berbasis fosil ke energi bersih yang lebih rendah emisi, menempatkan kendaraan listrik sebagai calon primadona di masa mendatang.
Pemerintah Indonesia, menyambut baik misi ini sebagai jalan menuju pembangunan rendah karbon. Apalagi sumber emisi terbesar adalah sektor transportasi, terutama transportasi darat yang mencapai 23% dari total emisi. Untuk mencapai nir-emisi perlu segera beralih dari bahan bakar fosil ke energi bersih di sektor tansportasi.
Dalam NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia menargetkan, kendaraan roda dua listrik harus mencapai 1.8 juta di tahun 2025 dan 13 juta di tahun 2030, sementara kendaraan listrik roda empat harus mencapai 0.4 juta di tahun 2025, dan 2 juta di tahun 2030.
Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata mengatakan target yang dicanangkan pemerintah Indonesia itu masih jauh dari Perjanjian Paris (the Paris Agreement). Yang mana dalam perjanjian tersebut batas suhu adalah 1.5 °C.
“Target ini masih jauh dari target Perjanjian Paris (the Paris Agreement) yang mencanangkan batas suhu 1.5 °C. Sebab berdasarkan riset Institute for Essential Services Reform (IESR), untuk mencapai target tersebut, kendaraan listrik roda 2 dan 4 masing-masing harus sebanyak 110 juta di tahun 2030, dan 3 juta kendaraan listrik Low Duty Vehicles (LDV) dan 2.4 juta bus,” katanya.
Menurutnya, pemanfaatan energi fosil sebisa mungkin harus dikurangi persentasenya. caranya dengan mendorong ketersediaan energi baru (EBT) dan mendorong aktivitas ekonomi berbasis energi hijau seperti transportasi berbasis listrik.
Regulasi mengenai energi terbarukan sedang dibahas di DPR dan investasi di sektor mineral, terutama Nikel, semakin gencar dijajakan. Di sisi lain pembukaan lahan secara masif dan di pulau-pulau kecil untuk menggali tambang nikel, mangan, dll sedang terjadi, menyisakan masalah lingkungan dan HAM.
“Pertanyaan besarnya adalah apakah pilihan membangun kendaraan listrik dan infrastrukturnya merupakan jalan terbaik bagi Indonesia untuk mengurangi secara signifikan emisi yang mendorong pemanasan global?”tanya dia.
Sementara Arimbi Heroepoetri dari debtWATCH Indonesia menyampaikan bahwa penting adanya regulasi yang efektif, jelas, akuntabel dan terintegrasi antar kementerian atau lembaga terkait. Pemerintah harus membuat peraturan yang spesifik dan partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk memastikan pengembangan industri yang berkelanjutan, inklusif, dan ramah lingkungan di Indonesia.
Sebab, kata dia, Indonesia saat ini belum memiliki road map atau blueprint terkait kendaraan listrik. Selainitu peraturan terkait minerba yang dikeluarkan juga sangat banyak dan sering berubah-ubah sehingga berpotensi menjadi masalah dalam implementasi dan penegakan.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa rencana pembangunan dan pengembangan terkait kendaraan listrik masih belum menyeluruh dan komprehensif. Perlunya roadmap kendaraan listrik yang terintegrasi, transparan dan akuntabel sehingga membuka peluang kontrol dari public,” tegasnya.
Untuk diketahui, diskusi tersebut diinisiasi oleh WALHI Bali, Green Justice Indonesia, debtWATCH Indonesia, KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, Frontier (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat) Bali. Hadir juga seniman-seniman lokal Bali seperti Racun Timur Menggoda, Morphine, Gooblet, dan Nursery Rhymes.
Ambara-Adi Tegaskan Komitmen Kesehatan Berkualitas di Denpasar
Balitopik.com - Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Denpasar nomor urut 1, Gede Ngurah Ambara Putra-I Nengah Yasa...
Read more