Balitopik.com, BALI – Pemerintah Provinsi Bali, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali dan Kejaksaan Tinggi Bali sedang merancang atau mengintegrasikan hukum positif dengan kearifan lokal Bali.
Dibuatlah Bale Kertha Adhyaksa yang merupakan sebuah lembaga non-struktural berbasis budaya lokal Bali yang berfungsi menyelesaikan perkara hukum dan konflik sosial secara restoratif.
Lembaga ini merupakan hasil sinergi antara Kejaksaan Tinggi Bali dengan Pemerintah Provinsi Bali, tokoh adat, dan masyarakat, dengan tujuan mengimplementasikan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) berbasis kearifan lokal. Menyelesaiakan masalah secara adat.
Untuk memperkuat pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi Bali perlu membuat peraturan daerah terkait Bale Kertha Adhyaksa tersebut. Perda Bale Kertha Adhyaksa merupakan terjemahan dari UU 1 2025 tentang KUHAP yang akan berlaku pada 1 Januari 2026.
UU 1 2023 ini bertujuan untuk melakukan rekodifikasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, serta adaptasi dan harmonisasi terhadap perkembangan hukum.
Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan DPRD Bali sedang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kertha Adhyaksa. Ia yakin setidaknya paling lama 3 minggu sudah selesai.
“Raperda ini sangat penting untuk Desa Adat di Bali dalam menangani masalah hukum yang dihadapi Krama Bali,” ucap Gubernur Wayan Koster dikonfirmasi Bali Topik, Senin (4/8/2025).
Menurut Wayan Koster Bali adalah provinsi yang menjunjung tinggi nilai luhur kekeluargaan.
Maka penyelesaian masalah hukum secara adat melalui lembaga non-struktural berbasis budaya lokal di Bali atau di Bale Kertha Adhyaksa merupakan upaya meningkatkan harmonisasi antar Krama Bali.
“Kalau Perda tentang Bale Kertha Adhyaksa sudah selesai maka Bali menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan hukum adat awal tahun 2026. Bali sangat keren, Bali akan menjadi percontohan nasional,” tandasnya. (*)