Balitopik.com – Perhimpunan mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sudah memasuki usia senja yaitu 77 tahun sejak terbentuk pada 25 Mei 1947. Jika diibaratkan seperti seorang manusia maka organisasi ini telah memasuki usia matang, dewasa dalam berpikir, bersikap dan bertindak secara bijaksana.
PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan yang telah melewati banyak generasi tentu menjadi saksi atas banyak peristiwa yang terjadi di republik ini. Mulai dari aksi demonstrasi tritura tahun 1966, aksi demonstrasi reformasi tahun 1998 dan demonstrasi Tolak RUKHP dan Revisi UU KPK tahun 2019 serta sederet penolakan atas kebijakan pemerintah yang dinilai cacat.
PMKRI selalu turut andil bersama masyarakat dalam melawan ketidakadilan yang terjadi sesuai dengan visi perhimpunan yaitu terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
Kini PMKRI tengah mencari nahkoda baru sebagai Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Aquinas sejak tanggal 7 Juli 2024 di Merauke. Pencarian nahkoda baru itu dilakukan melalui Kongres ke-XXXIII dan MPA ke-XXXII.
Forum MPA menjadi penting mengingat selain tempat bertarungnya ide dan gagasan dari berbagai cabang, tentu dari dinamika forum inilah pada akhirnya melahirkan nahkoda baru bagi PMKRI, dan tepat pada hari ini PMKRI akan memilih nahkodanya.
Berbagai cabang pasti memiliki kriteria sosok nahkoda ideal bagi PMKRI, sosok yang mampu menjawab tantangan zaman dan sosok yang mampu membawa PMKRI kembali ke masa kejayaannya.
Hal ini mengingat kita sebagai kader perhimpunan sering terlena oleh romansa PMKRI pada masa kejayaannya yang pada akhirnya mengakibatkan perhimpunan ini susah untuk bergerak maju karena selalu terbayang-bayang oleh masa lalu.
Seiring berkembangnya zaman tentu banyak permasalahan yang terjadi di negara ini. Mulai dari permasalahan Supremasi Hukum, HAM, Ekologi, Agraria, dll yang banyak merugikan masyarakat.
PMKRI sebagai organisasi pembinaan dan perjuangan seharusnya menjadi garda terdepan dalam melawan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat (prefential option for the poor). Seperti yang coba dijawab oleh Transformasi Organisasi pada tahun 2000, kapitalisme global menjadi tantangan terbesar bagi PMKRI, dan hari ini analisa itu mulai terjawab.
Kapitalisme global yang mengakibatkan ketidakadilan sosial dan kerusakan alam,
deforestasi besar-besaran menjadi salah satu bukti nyata terjadinya ketidakadilan sosial. Usaha eksploitasi alam secara besar-besaran selalu didukung oleh pemerintah karena menjadi salah satu penopang ekonomi negara.
Namun, jika dipikirkan lebih jauh keuntungan yang ditawarkan oleh eksploitasi alam lebih sedikit dibandingkan dampak dari kerusakannya, mitigasi dari eksploitasi ini juga tidak dipikirkan oleh pemerintah secara serius, karena semangat untuk mengeksploitasi lebih besar dibandingkan dengan kesadaran untuk memperbaiki agenda Kapitalisme Global yang didukung oleh kebijakan-kebijakan negara.
Dalam kaitannya dengan uraian diatas, kapitalisme tidak akan berkembang jika tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan negara. Salah satu contohnya tercermin dari pemberian izin konsesi sawit di Papua, pemberian izin ini dapat diartikan sebagai restu pemerintah dalam eksploitasi alam besar-besaran.
Selain dari kerusakan alam yang ditimbulkan tentu ada masyarakat adat yang akan terpinggirkan. Kendati demikian tantangan bagi PMKRI tidak hanya datang dari sisi eksternal, tetapi ada juga dari sisi internal. Hari ini dapat dilihat bahwasannya sinar terang PMKRI sudah mulai meredup.
PMKRI yang seharusnya menjadi pabrik pencetak kaum intelektual populis kini mulai menurun, hal ini tidak terlepas dari proses kaderisasi yang tidak berjalan dengan baik di berbagai cabang. Tidak adanya keseragaman dalam proses pengkaderan menjadikan banyak ketidaksamaan cara berpikir seorang kader.
Memang setiap tahun selalu ada kepekaan dari para kader terkait hal ini, dan setiap MPA selalu menjadi isu seksi yang selalu difokuskan. Namun, dalam prakteknya tidak ada nahkoda yang dapat memuaskan dahaga para kader terkait permasalahan ini. Pada akhirnya ide yang tertuang dalam MPA dikerjakan secara asal-asalan demi memenuhi mandat forum MPA.
Dalam transformasi organisasi (TO) di tahun 2000, di dalamnya menerawang kelemahan PMKRI yang salah satunya terkait dengan sentuhan empati.
Konkritnya begini, jika seorang kader lebih asyik berdiskusi tentang kaum tertindas di ruang-ruang ber-ac, maka rasa keberpihakan pada kaum tertindasnya perlu dipertanyakan.
Karena bagi saya ironi jika berbicara tentang penindasan di tempat-tempat borjuis. Maka dari itu sudah sepantasnya hal ini menjadi pekerjaan rumah dan tanggung jawab kita sebagai kader PMKRI. Dibutuhkan aksi nyata dalam mewujudkan visi perhimpunan.
Dari fenomena yang terjadi, menurut saya seorang nahkoda PMKRI harus bisa menjawab tantangan-tantangan diatas. Menjadi nahkoda PMKRI bukanlah untuk bertarung gagah-gagahan, tetapi seorang nahkoda PMKRI harus cakap dalam berpikir, bersikap dan bertindak, serta mampu menjawab kegelisahan seluruh kader yang tertuang pada forum MPA kali ini.
Meskipun dalam tataran praktisnya tidaklah gampang, namun sebagai seorang nahkoda yang dimandatkan melalui MPA, hal ini merupakan tanggung jawab besar yang harus dilaksanakan demi arah gerak perhimpunan yang lebih baik.
Kedepannya pasti akan ada hal baru yang menjadi tantangan tersendiri dalam periode kepengurusan, hal ini seiring dengan laju digitalisasi yang masif, sehingga perlu kepekaan lebih dari seorang nahkoda untuk mencium permasalahan yang akan terjadi.
Sebagai penutup ada kalimat yang menggugah rasa serta mewakili perasaan saya dalam momen ini, kalimat ini muncul dalam refleksi pribadi di Margasiswa PMKRI Cabang Denpasar.
“Seperti seorang musafir yang memimpikan pertemuannya dengan wajah”. Begitulah perasaan saya menantikan nahkoda baru PMKRI.
Apakah nahkoda yang baru akan membawa PMKRI layaknya Christopher Columbus yang membawa koloninya menemukan benua Amerika ataukah akan seperti Edward Smith yang membawa RMS Titanic dan tenggelam di Samudra Atlantik?
Siapapun yang pada akhirnya akan terpilih menjadi Mandataris MPA-XXXII/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PP PMKRI Periode 2024-2026 pada forum MPA, semoga ia menjadi nahkoda yang lihai membaca peta dan mampu mengarungi ombak yang besar, serta membawa PMKRI kearah yang lebih baik demi keberlangsungan perhimpunan ini. Pro Ecclesia et Patria! (*)
Pengurus Pusat Rumah Besar Flobamora Indonesia Resmi Dikukuhkan
Balitopik.com – Pengurus Pusat Rumah Besar Flobamora Indonesia (RBFI) periode 2024-2029 resmi dikukuhkan di Rumah Sinergi Flobamora Bali, Jalan Tukad...
Read more