Balitopik.com – Setelah dilakukan verifikasi faktual oleh Badan Kehormatan (BK) DPD RI terhadap Senator Provinsi Bali, Ni Luh Ary Pratami Djelantik, pada Jumat (7/3/2025), hasil verifikasi yang diterima tim komunikasi Djelantik menyatakan bahwa tidak ada bukti pelanggaran etik yang ditemukan. Proses verifikasi dihentikan karena hasilnya tidak mengarah pada temuan pelanggaran etik, dan hanya dijadikan catatan administratif.
“Sudah, hasil verifikasi faktual menunjukkan bahwa tidak ada pelanggaran etik yang ditemukan, dan dengan demikian proses selanjutnya dihentikan. Hasil ini hanya akan dijadikan catatan,” ujar tim komunikasi Ni Luh Djelantik dalam konfirmasinya dibanyak Media muncul, pada Jumat (14/3/2025).
Namun, meskipun hasil verifikasi faktual telah diumumkan, Dr. Togar Situmorang, Advokat yang juga bertindak sebagai pelapor dalam kasus ini, merasa kecewa karena dirinya sebagai pelapor belum menerima hasil verifikasi faktual tersebut secara resmi. Sebaliknya, hasil verifikasi lebih dahulu diterima oleh pihak terlapor, Ni Luh Djelantik.
“Mestinya kami sebagai pelapor yang berhak mendapatkan hasil verifikasi faktual ini terlebih dahulu. Namun kenyataannya, hasil verifikasi faktual lebih dulu diterima oleh terlapor, Ni Luh Djelantik,” ungkap Dr. Togar Situmorang, yang akrab disapa Panglima Hukum, saat dihubungi secara terpisah oleh Media.
Advokat Dr. Togar Situmorang menegaskan bahwa seharusnya hasil verifikasi faktual diberikan kepada pelapor dalam bentuk pemberitahuan resmi yang tertulis dan ditandatangani oleh Ketua BK DPD RI atau anggota tim pemeriksa. Namun, hingga saat ini dirinya belum menerima surat resmi tersebut.
“Di mana-mana, pelapor harus menerima hasil verifikasi faktual secara tertulis. Surat tersebut seharusnya ditandatangani oleh Ketua BK DPD RI atau anggota tim yang melakukan pemeriksaan. Tapi sampai sekarang, saya tidak menerima surat apapun,” jelasnya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Advokat dan Kebijakan Publik Dr. Togar Situmorang mempertanyakan integritas para anggota BK DPD RI yang terlibat dalam proses verifikasi terhadap Ni Luh Djelantik. Kejanggalan dalam proses ini memunculkan pertanyaan dari masyarakat, terutama di Bali, mengenai independensi dan profesionalisme BK DPD RI. Pasalnya, verifikasi dilakukan oleh 15 anggota BK DPD RI yang datang langsung ke Kantor DPD Bali, yang menurut Dr. Togar Situmorang menimbulkan keraguan tentang transparansi dan objektivitas dalam pemeriksaan tersebut.
“Saya merasa perlu untuk melaporkan hal ini ke Mahkamah BK terkait persoalan yang melibatkan Ni Luh Djelantik. Ini bukan hanya soal satu kasus, tetapi juga menyangkut bagaimana integritas BK DPD RI dipandang oleh publik, terutama terkait etika dan independensinya dalam menangani perkara,” tegas Dr. Togar Situmorang.
Dalam penjelasannya, Dr. Togar Situmorang juga menyampaikan bahwa laporan yang dia ajukan kepada BK DPD RI tidak berhubungan dengan statement kontroversial yang disebut “Lebian Munyi”, melainkan lebih kepada sikap yang ditunjukan oleh seorang Senator DPD RI Wakil Rakyat Bali di sebuah postingan di media sosial Instagram milik pribadi Ni Luh Djelantik, yang dilakukan oleh Ni Luh Djelantik dan akibat Postingan tersebut sampai memicu kegaduhan di media sosial dan menjadi viral, terutama setelah banyak komentar yang datang dari para pendukung Ni Luh Djelantik yang terlihat memberikan reaksi berlebihan terhadap pelapor atau Dr. Togar Situmorang.
“Yang saya laporkan adalah masalah yang muncul dari postingan media sosial. Postingan tersebut diposting di akun Instagram Ni Luh Djelantik dan memicu reaksi yang semakin memperburuk situasi. Para pendukungnya yang begitu militan memberikan komentar-komentar yang tidak hanya menyudutkan saya, tetapi juga bernada hujatan dan ancaman, bahkan ada yang berbau rasis. Hal ini menambah kompleksitas masalah dan semakin membuat saya terpojokkan,” ujar Dr. Togar Situmorang.
Dia menambahkan bahwa serangan-serangan yang diterimanya melalui media sosial dan komentar dari para pendukung Ni Luh Djelantik semakin intensif, dengan beberapa komentar bernada kasar dan bahkan mengandung ancaman terhadap dirinya. “Saya merasa seolah-olah menjadi sasaran hujatan dan ancaman Rasis yang sangat tidak layak. Apa yang saya hadapi kini bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana integritas saya diuji di hadapan publik,” ujar Dr. Togar Situmorang.
Seiring dengan berkembangnya isu ini, hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana proses verifikasi etik di DPD RI dijalankan, serta apakah prosedur yang ada benar-benar mencerminkan transparansi dan keadilan. Munculnya berbagai spekulasi tentang pengaruh politik dalam proses tersebut menambah kekhawatiran masyarakat mengenai netralitas BK DPD RI dalam menangani perkara seperti ini.
“Saya akan terus memperjuangkan keadilan dan memastikan bahwa masalah ini mendapatkan perhatian serius. Tidak hanya untuk kepentingan saya, tetapi juga untuk memastikan bahwa sistem pemeriksaan etik di DPD RI benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi, keadilan, dan profesionalisme,” tegas Dr. Togar Situmorang, yang menutup pernyataan tersebut dengan keyakinan bahwa integritas lembaga negara harus senantiasa dijaga agar tidak tercederai oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. (*)