Balitopik.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia merespon informasi serta pengaduan yang diterima dari LBH Bali, KRuHA, Forum Peduli Bali, dan Forum Pro Demokrasi Bali, dan lainnya mengenai dugaan penghalangan pelaksanaan Forum Air Milik Rakyat Sedunia (People’s Water Forum (PWF) di Bali oleh organisasi masyarakat Patriot Garuda Nusantara (PGN).
Bahwa berdasarkan laporan yang diterima, ormas PGN mengintimidasi kegiatan Forum Air Milik Rakyat Sedunia (People’s Water Forum (PWF) dengan cara-cara memaksa, mengintimidasi, pembongkaran dan perampasan banner, baliho, dan atribut agenda serta melakukan kekerasan fisik terhadap beberapa peserta forum.
Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro melalui keterangan persnya mengatakan Komnas HAM mendapatkan informasi adanya rangkaian intimidasi yang diterima oleh panitia kegiatan PWF.
Puncaknya, pada saat pelaksanaan kegiatan forum diskusi di Hotel Oranjje pada 20 Mei 2024, kegiatan forum tersebut didatangi oleh sejumlah Satpol PP dan organisasi masyarakat yang meminta kegiatan untuk dibubarkan.
Atnike Nova Sigiro menjelaskan, Bali senantiasa menjadi tempat perhelatan kegiatan berskala internasional, salah satunya saat ini adalah penyelenggaraan World Water Forum (WWF) yang membutuhkan pengamanan ekstra.
Namun, dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan internasional tersebut, pemerintah harus tetap menjunjung tinggi perlindungan HAM bagi setiap orang termasuk masyarakat sipil.
“PWF sebagai sebuah inisiatif masyarakat sipil merupakan bentuk hak untuk berkumpul secara damai serta hak untuk berekspresi dan berpendapat, dan bentuk partisipasi publik Forum masyarakat sipil telah hadir sebagai bentuk partisipasi publik di berbagai forum internasional di berbagai dunia,” katanya melalui keterangan pers Nomor: 25/HM.00/V/2024, diterima Rabu (22/5/2024).
“Maka pemerintah dan masyarakat sipil perlu mendorong adanya praktik baik bagi koeksistensi antara forum internasional yang diinisiasi negara dengan forum-forum masyarakat sipil. Prinsip hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan hak atas kebebasan berekspresi telah diakui dan dilindungi oleh Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta pasal 19 dan Pasal 21 UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights,” kata Atnike Nova Sigiro.
Lebih lanjut, bahwa pengabaian dan pelanggaran terhadap hak tersebut dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 71 No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia.
Terkait kondisi tersebut, Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pihak Polda Bali dan Mabes Polri. Komnas HAM juga telah bersurat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) melalui surat nomor 027/PM.00/0.1.0/V/2024 tanggal 21 Mei 2024 karena ada dugaan keterlibatan aparat penegak hukum atas intimidasi tersebut.
“Meminta Polri untuk di antaranya memberikan jaminan keamanan bagi terlaksananya kegiatan PWF sebagai bentuk hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan mengeluarkan pendapat dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang; melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri terhadap para peserta, panitia, dan fasilitator kegiatan PWF.”
“Serta mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya aparat penegak hukum yang terlibat dan bertanggung jawab dalam rangkaian peristiwa tersebut. Demikian keterangan ini disampaikan dalam rangka upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia,” tutup Atnike Nova Sigiro. (*)