Balitopik.com – Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang digaungkan Gubernur Bali Wayan Koster diapresiasi Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana Efatha Filomeno Borromeu Duarte.
Hal itu diulas dalam program “Dialog Minggu Bali Topik – Bicara Bali dari Mana Saja” yang mengangkat tema “Tantangan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali” Minggu (16/3/2025).
Menurut Efatha, melalui Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Wayan Koster ingin mengkombinasikan prinsip Tri Hita Karana yang menjunjung tinggi relasi antara manusia alam dan Tuhan dalam perspektif pembangunan Bali ke depan.
Bahwa citra Bali sebagai Pulau Dewata menegaskan identitas-identitas yang melekat tidak boleh diabaikan. Prinsip Tri Hita Karana yang menjadi dasar filosofi pembangunan ini menegaskan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas harus terus dirawat.
“Kita patut mengapresiasi visi yang diusung oleh Gubernur Wayan Koster dalam Nangun Sat Kerthi Loka Bali Jilid 2 yang mencoba mengkombinasikan nilai-nilai ekologis ke dalam perspektif pembangunan Bali ke depan,” ujar Efatha.
Namun sadar, lanjut dia, dalam implementasinya ada tantangan politik dan kebijakan yang tidak bisa dihindari. Efatha menyebut salah satu tantangan terbesar adalah hubungan antara pemerintah daerah dan pusat. Yang mana kepala daerah harus menjalankan proyek-proyek strategis yang diamanatkan oleh Presiden sehingga ruang bagi kebijakan daerah yang lebih mandiri seringkali terbatas dengan efisiensi dan pengetatan anggaran.
Di sisi lain, pemerintah pusat ingin memastikan Bali tetap menjadi destinasi utama bagi 14,6–16 juta wisatawan mancanegara pada 2025, dengan target devisa mencapai USD 19–22,1 miliar. Ketergantungan yang tinggi terhadap pariwisata (70% PDRB Bali) berisiko mempercepat degradasi lingkungan dan budaya bila tidak diantisipasi.
“Menurut saya ini yang coba dijaga oleh Pak Wayan Koster dari kerusakan alam dan budaya melalui Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang mengandung spirit Tri Hita Karana. Mengingat pemerintah pusat menjadikan Bali sebagai gerbang pariwisata Indonesia, jadi kalau tidak diolah secara baik, lewat Bali ini,” ujar dosen muda tersebut.
Bahwa Bali sebagai gerbang dunia Indonesia memiliki posisi unik dalam politik nasional. Sebagai daerah dengan sumbangan ekonomi yang besar, Bali sering dianggap memiliki keistimewaan tersendiri.
Hanya saja, proyek infrastruktur besar seperti tol dan pelabuhan hijau juga dapat menimbulkan kemajuan dan juga ketimpangan regional, dimana hanya 35% wilayah prioritas yang memiliki akses transportasi memadai, sementara daerah seperti Jembrana dan Karangasem masih tertinggal, tentu ini patut dicermati.
“Maka dari itu, kita sama-sama menunggu langkah-langkah Pak Koster dan Pak Giri dalam merealisasikan dengan tepat cita-cita 44 poin Nangun Sat Kerthi Loka Bali Jilid 2. Harapan masyarakat Bali adalah agar pembangunan tetap tepat guna dan bermanfaat, tanpa mengorbankan identitas serta otonomi daerah dalam menentukan arah kebijakannya.”
“Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi tantangan politik yang harus dikelola dengan cermat, agar Bali tidak hanya menjadi mesin ekonomi nasional, tetapi juga tetap menjaga kelestarian dan kesejahteraan masyarakatnya,” tutupnya. (*)