Balitopik.com – Forum Komunikasi Taksu (FKT) Bali menagih janji PT BTID yang sampai saat ini belum direalisasikan.
Salah satu poin krusial dalam perjanjian yang belum ditepati adalah penyediaan lahan parkir seluas 4 hektar untuk Pura Sakenan, sebagaimana tertuang dalam perjanjian nomor 046 tahun 1998 antara PT BTID dan masyarakat Serangan.
“Sebagian perjanjian memang sudah dilaksanakan, tapi tidak sedikit juga yang belum direalisasikan. Sementara pembangunan di sana terus jalan mestinya janji-janji yang belum direalisasikan juga jalan. Ini sudah 27 tahun, masyarakat Serangan jangan dibuat gigit jari,” ujar Jro Komang Sutrisna, Tim Hukum Forum Komunikasi Taksu (FKT) Bali, Jumat (21/2/2025).
Sama dengan itu, Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali, Jro Mangku Wisna (JMW) menegaskan dalam perjanjian Nomor 046 tahun 1998 itu jelas tertulis persediaan lahan parkir 4 hektar oleh PT BTID untuk Pura Sakenan, namun hingga saat ini seolah dilupakan begitu saja.
Karena itu, Jro Mangku Wisna (JMW) mengatakan pihaknya segera bersurat ke PT BTID untuk meminta penjelasan terkait kelanjutan janji Nomor 046 tahun 1998 tersebut.
“Terkait dengan perjanjian pada tahun 1998 di sana jelas disebutkan dari pihak PT BTID harus menyiapkan parkir seluas 4 hektar, jelas disebutkan tapi belum dilaksanakan. Nah ini sangat kita sesalkan dari pihak BTID.”
“Kita akan melayangkan surat resmi ke PT BTID bahwa apa yang menjadi kesepakatan 27 tahun yang lalu jangan sampai dilupakan. Ini perlu kita perjuangkan,” ujar JMW.
Ia menegaskan, selain janji lahan parkir 4 hektar untuk Pura Sakenan, keberadaan pura-pura lain di Serangan juga harus diperhatikan.
“Pura Sakenan memang paling dikenal, tapi jangan lupakan Pura Dalem Setra, Pura Dalem Dukuh, Pura Susunan Wadon, Pura Prajapati, Pura Segara, Pura Kahyangan, dan Pura Beji. Semua pura ini memiliki fungsi penting dalam sistem keagamaan dan adat masyarakat Serangan. Jangan sampai hanya karena kepentingan bisnis, hak-hak spiritual ini diabaikan,” tegas JMW.
JMW mengingatkan bahwa sebelum BTID masuk ke Serangan, umat Hindu bisa bersembahyang dengan leluasa di pura-pura tersebut tanpa terkendala akses maupun fasilitas. Namun, setelah proyek berjalan, banyak wilayah suci yang semakin sulit dijangkau.
“Sebelum BTID, Serangan adalah pusat spiritual yang terbuka bagi umat. Sekarang? Akses semakin sulit, dan janji laba pura tidak juga direalisasikan. Ini jelas pengabaian terhadap kesepakatan awal yang dibuat sejak 1998,” tandas. (*)