Balitopik.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menghadiri upacara melaspas dan meresmikan Pura Santa Citta Bhuwana, pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon,Kuningan), 3 Mei 2025 di Kallankote, Belanda.
Acara melaspas dipimpin oleh Ida Shri Bhagawan Putra Nata Nawa Wangsa Pemayun. Dihadiri oleh ratusan komunitas masyarakat Bali yang tinggal di Belanda,juga datang dari masyarakat Bali yang tinggal di Jerman,Perancis,Inggris,Belgia,dan Norwegia hadir dengan antusias.
Acara peresmian Pura Santa Citta Bhuwana ini juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Mayerfas beserta Isteri dan jajaran KBRI serta Ketua Yayasan Bali Abdi Samasta, Made Aniadi, Ketua Komunitas Hindu di Belanda, Ketut Sriwahyuni, dan Pemilik Taman Indonesia, Marlisa dan Mr Diederik Wareman serta sejumlah tokoh lainnya.
“Pura Santa Citta Bhuwana berada di Taman Indonesia milik Ibu Marisa yang sangat mencintai Indonesia dan Bali sehingga lahan Pura dihibahkan kepada Yayasan Bali Abdi Samasta,” kata Koster melalui keterangan tertulis diterima Bali Topik, Minggu (4/5/2025)
Dijelaskan bahwa Pura tersebut dibangun atas inisiatif masyarakat Bali di Belanda yang difasilitasi yayasan dengan dana gotong royong masyarakat serta didukung penuh oleh Kedutaan Belanda dimana material bangunan Pura didatangkan dari Bali.
Peresmian Pura ini merupakan momen bersejarah tidak saja bagi masyarakat Bali tetapi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Dubes menyampaikan terimakasih kepada Gubernur Bali yang berkenan hadir langsung menyaksikan dan meresmikan Pura ini.
Wayan Koster memberi apreasiasi kepada masyarakat Bali atas kegigihan dan semangat gotong royong begitu tinggi sehingga bisa membangun Pura sampai selesai dan bisa dipelaspas serta diresmikan pada Hari Raya Kuningan.
Gunernur Bali Wayan Koster membantu seluruh biaya upacara melaspas dan menghadirkan Sulinggih serta pemangku untuk melaksanakan upacara melaspas. Serta mengucapkan terimakasih kepada Kedutaan Besar Belanda dan pemilik Taman Indonesia.
Koster berharap Pura ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat Bali di Belanda, serta dirawat sehingga memberi manfaat untuk selamanya, tidak saja untuk kepentingan Hari Raya tetapi sebagai wahana berkumpul mengembangkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan sesama masyarakat Bali sebagai bentuk dedikasi kepada bangsa dan negara Indonesia. (*)