Balitopik.com, BALI – Kisruh kepailitan Hotel Sing Ken Ken yang berlokasi di Jalan Arjuna Nomor 1 Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali semakin rumit dan panjang.
Sebelumnya ramai diberitakan terkait adanya dugaan “rekayasa dalam proses kepailitan” sampai dengan saat ini masih menyisakan persoalan hukum yang belum tuntas.
Pemilik Hotel Sing Ken Ken, Jane Christina Tjandra selaku Direktur dan pemegang saham dari PT. Rendamas Reality badan hukum yang menaungi unit usaha Hotel Sing Ken Ken menerangkan hotel tersebut dibangun pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.
Kemudian di tahun 2009 ada seorang investor dari Australia atas nama David Yore membeli satu unit dengan durasi kontrak selama 30 tahun.
“Nah yang unit besar-besar itu saya rencananya saya tetap jual, ada 6 unit dan salah satunya investor Australia ini masuk,” kata Christina saat dihubungi media, Kamis (4/12/2025).
Ia menjelaskan, pembangunan hotel menggunakan pinjaman dari Bank UOB.
“Awalnya kontraktor yang ambil uangnya dan saya kasih sertifikat saya sebagai jaminan,” kata dia pula.
Singkat cerita, PT. Rendamas Reality tersebut dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 4/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Niaga Sby tertanggal 18 Juli 2017 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 609 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 tertanggal 18 Juli 2018.
Menurut Jane Christina, pada saat dirinya dipailitkan nilai hutang pokoknya sebesar Rp 18 miliar, kemudian pada tahun 2023 diperhitungkan dengan bunga, denda dan lain lain menjadi Rp 28 miliar.
“Padahal nilai aset saya pada tahun 2018 itu adalah sebesar Rp 125 miliar rupiah,” ungkap Jane Christina.
Terkait gugatan dari David Yore, ia tidak menampik. Bahwa memang benar investor asal Australia itu sudah menyewa selama 30 tahun dan baru menempati selama 7 tahun sehingga masih ada sisa hak sewa selama 23 tahun.
“Saya konsekuen kalau sudah balik saya kasih dia (David Yore) tinggal disana selama 23 tahun,” kata dia.
Jane Christina juga menyesalkan tindakan kurator karena barang-barang mewah milik David Yore lenyap dari unit yang disewanya tersebut.
Menurutnya barang-barang milik investor Australia tersebut tidak masuk dalam boedel pailit.
“Sebagai kurator harusnya dia itu going konsen,” tegasnya pula.
Terpisah, David Yore investor asal Australia pemegang hak sewa apartemen 501 melalui Kuasa Hukumnya Yulius Benyamin Seran menekankan pada prinsipnya Hukum Perdata Indonesia memberikan perlindungan hukum kepada Pemegang hak sewa baik itu WNI maupun WNA dengan porsi hukum yang sama.
Atas dasar pertimbangan itulah pihaknya telah melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Denpasar dan saat ini masih dalam tahap mediasi.
Benyamin Seran menambahkan, yang menjadi dasar gugatan adalah dalam Pasal 1576 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali jika telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang tersebut”.
“Artinya, siapapun nantinya pihak ketiga yang mendapatkan hak milik atas objek sewa menyewa harus diserahkan kepada penyewa terdahulu yakni klien kami,” ujar Yulius Benyamin Seran atau yang akrab disapa Bang Ben ini.
Bang Ben menjelaskan, jual beli baik itu melalui proses lelang atau pun di bawah tangan, tidak menghapus sewa-menyewa yang sudah ada jauh sebelum objek sewa tersebut menjadi harta pailit.
“Kami, tidak ingin masuk ke dalam persoalan kepailitan itu, yang kami minta dalam gugatan kami hanyalah soal hak sewa klien kami,” tegasnya.
Sementara Juru Bicara PN Denpasar I Wayan Suarta, selaku Hakim Mediator kasus ini menerangkan, tahapan kasus gugatan hak sewa David Yore dilakukan secara tertutup. Saat ini tahapannya adalah mediasi.
“Mediasi sifatnya tertutup. Yang jelas saat ini acara tahapan persidangan adalah mediasi,” kata Wayan Suarta saat dikonfirmasi. (*)
















