Balitopik.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali hanya menuntut hukuman 9 bulan penjara terhadap pemilik Flame Spa, Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha dan sejumlah karyawan yang diduga melakukan kegiatan Spa esek-esek di Flame Spa.
Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, saat dikonfirmasi wartawan, menyatakan bahwa seluruh terdakwa dituntut 9 bulan penjara dengan jeratan Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi jo Pasal 4 ayat 1, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Masing-masing 9 bulan (tuntutan jaksa, red). Diancam Pasal 29 UU Pornografi jo Pasal 4 ayat 1, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ujar Eka Sabana melalui sambungan telepon di Denpasar, Rabu (19/02/2025).
Tuntutan ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat, mengingat kasus lain yang melibatkan unsur pornografi kerap berujung pada hukuman yang jauh lebih berat.
Salah satu contoh paling mencolok adalah kasus musisi Nazril Irham alias Ariel NOAH pada 2010. Ariel divonis 3,5 tahun penjara meskipun kasusnya tidak mengandung unsur komersialisasi atau eksploitasi ekonomi.
Publik semakin mempertanyakan keputusan ini setelah muncul laporan bahwa omzet harian Flame Spa mencapai Rp 180-200 juta, atau sekitar Rp 6 miliar per bulan. Dengan pendapatan fantastis dari bisnis ilegal ini, hukuman 9 bulan penjara bagi pemilik bisnis dianggap terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera.
Kasus ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali pada 2 September 2024. Dalam operasi tersebut, polisi menemukan praktik prostitusi yang berlangsung di dalam spa, di mana terapis melayani tamu dalam keadaan telanjang.
Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan lima tersangka, termasuk Nitha, yang juga dikenal sebagai selebgram dengan pengaruh cukup besar di media sosial. Fakta bahwa bisnis ini telah berjalan dengan omzet miliaran rupiah tanpa tersentuh hukum dalam waktu yang lama semakin memperkuat dugaan adanya kelonggaran dalam penegakan hukum.
Kini, semua mata tertuju pada putusan hakim. Apakah hukuman yang dijatuhkan akan mencerminkan besarnya dampak sosial dari bisnis ilegal ini, ataukah vonis yang dijatuhkan akan tetap ringan seperti tuntutan jaksa?
Dengan banyaknya kasus serupa yang berakhir dengan hukuman berat, masyarakat berharap pengadilan dapat memberikan putusan yang lebih tegas agar praktik serupa tidak terus berulang yang berdampak mencoreng pariwisata Bali.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Flame Spa didirikan dengan dua pemegang saham utama, yakni Nitha sebagai Komisaris dan Ni Made Purnami Sari sebagai Direktur. (*)