Balitopik.com – Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali (Forkom Taksu Bali), Jro Mangku Wisna (JMW) mengecam PT Bali Turtle Island Development (BTID) yang hingga kini belum memenuhi janjinya terkait laba pura di Pulau Serangan.
Salah satu yang paling disorot adalah komitmen penyediaan 4 hektar lahan parkir untuk Pura Sakenan dari 27 tahun lalu tak kunjung terealisasi.
“BTID jangan pura-pura lupa! Janji 4 hektar untuk Pura Sakenan itu bukan sekadar wacana, tapi kewajiban yang harus dipenuhi. Jangan hanya ambil untung dari tanah Bali, tapi abai terhadap hak-hak spiritual umat Hindu,” tegas JMW kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
Ia mengingatkan bahwa selain Pura Sakenan, keberadaan pura-pura lain di Serangan juga tak boleh diabaikan.
“Pura Dalem Setra, Pura Dalem Dukuh, Pura Susunan Wadon, Pura Prajapati, Pura Segara, Pura Kahyangan, dan Pura Beji, semua ini punya peran penting dalam sistem keagamaan dan adat masyarakat Serangan. Jangan sampai kepentingan bisnis merampas hak-hak spiritual masyarakat adat,” katanya.
Menurutnya, sebelum BTID masuk ke Serangan, umat Hindu bisa bersembahyang dengan leluasa tanpa kendala akses atau fasilitas. Namun, setelah proyek berjalan, banyak wilayah suci justru semakin sulit dijangkau.
“BTID datang dengan janji manis, tapi nyatanya banyak kesepakatan yang diingkari. Sebelum mereka masuk, umat bisa beribadah dengan tenang. Sekarang? Akses dipersulit, wilayah suci terancam, dan janji laba pura dibiarkan mangkrak sejak 1998!” ujarnya geram.
Jro Mangku Wisna juga mengkritik langkah BTID yang justru meminta tambahan 27 hektar lahan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), termasuk area suci yang seharusnya dilindungi di dalamnya.
“Kami tidak anti investasi, tapi investasi yang benar harus menghormati adat dan budaya Bali. Kalau lahan 4 hektar saja tak bisa ditepati, bagaimana bisa percaya mereka akan menjaga kawasan suci di Tahura?” singgungnya.
Forkom Taksu Bali mendesak pemerintah daerah bertindak tegas memastikan setiap pura di Serangan mendapatkan haknya, baik dalam bentuk laba pura maupun akses layak bagi umat Hindu.
“Kalau tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, kami tidak akan tinggal diam. Jangan salahkan masyarakat adat kalau akhirnya kami bergerak lebih besar. Serangan bukan sekadar bisnis, ini tanah suci yang harus dilindungi!” pungkasnya. (*)