Balitopik.com, BALI – Insiden intimidasi terhadap sejumlah wartawan saat meliput aksi unjuk rasa di Polda Bali dan DPRD Bali pada 30 Agustus 2025 menuai respons serius dari kalangan pers.
Bertempat di Pica Sudirman, Denpasar, Rabu (3/9/2025) jurnalis dari berbagai organisasi berkumpul dalam Forum Konsolidasi Jurnalis Lintas Organisasi yang diinisiasi oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, dan Pena NTT Bali. Seluruh peserta sepakat mengambil sikap bersama dan menyusun langkah strategis menghadapi kasus dugaan intimidasi terhadap jurnalis.
Forum mengusung tiga agenda utama yautu: Konsolidasi sikap jurnalis lintas organisasi, Pembahasan langkah strategis menghadapi kasus intimidasi dan Perumusan tindak lanjut untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis.
Forum mendorong korban, termasuk Rovin Bou jurnalis Bali Topik untuk segera melaporkan intimidasi secara resmi ke pihak berwenang. Selain itu, forum juga menyepakati perlunya konsolidasi ketua organisasi jurnalis di Bali guna memperkuat solidaritas dan posisi pers.
Beberapa usulan strategis turut mengemuka, di antaranya pembentukan Hotline Pengaduan Jurnalis serta penegasan bahwa perlindungan jurnalis tidak cukup hanya mengandalkan Pasal 8 UU Pers, melainkan membutuhkan penguatan kolektif lintas organisasi.
Ketua AJI Denpasar Ayu Sulistyowati menilai kasus intimidasi terhadap jurnalis masih terus terjadi.
“Perkembangan terbaru tidak hanya jurnalis Rovin dan Nia yang mengalami intimidasi tetapi ada juga yang mengalami aksi pembungkaman meski hanya tipis-tipis yaitu Mbak Widy Ketua IWO. Meski tipis, tetap menurut kami itu sudah berbentuk intimidasi,” tegas Ayu.
Ia menambahkan, kasus Rovin lebih kuat secara hukum karena memiliki CCTV, bukti foto, dan saksi, sehingga proses pelaporan lebih cepat dibanding kasus Nia.
“Kekuatan untuk menagih kasus Rovin lebih kuat karena ada CCTV, bukti foto, dan saksi. Itu lebih cepat membuat laporan ketimbang kasus Nia,” jelasnya.
Namun, Ayu menyayangkan sikap Polda Bali terhadap laporan Nia yang sempat dipimpong dengan alasan kurang bukti.
“Awalnya AJI diminta mendampingi Nia. Nia bukan freelance, saya akan datang. Tapi saat pelaporan di Polda malah dibilang kurang bukti,” ungkapnya.
Ayu juga menilai hingga kini tidak ada permintaan maaf maupun komitmen dari Kapolda.
“Kapolda mengatakan silahkan melapor. Tapi tidak ada permintaan maaf dan komitmen, tapi kami berusaha positive thinking,” ujarnya.
AJI menekankan pentingnya aspek keselamatan jurnalis di lapangan.
“Harapan kami, jurnalis saat bekerja dilengkapi jangan hanya ID. Jaga jarak ketika mengambil gambar dan mengawasi situasi. Kalau bisa kumpul, jangan memencar. Itu untuk memitigasi kekerasan, dan kalau terjadi, saksi bisa lebih banyak,” ujar Ayu.
Sebagai langkah konkret, AJI mengusulkan adanya Hotline pengaduan bersama untuk kasus intimidasi terhadap jurnalis, usulan yang juga didukung organisasi pers lainnya.
Perwakilan PWI Bali, Arief Wibisono (Wakil Ketua Bidang Pendidikan), menegaskan peran vital jurnalis dalam menjaga informasi yang faktual di tengah aksi unjuk rasa.
“Tugas kita memberikan informasi sesuai fakta, menjadi interpreter agar tidak terjadi gesekan. Imbauan Dewan Pers, identitas penting, usahakan dalam kelompok. Kita mensupport apa yang menjadi keinginan teman-teman. Kebebasan pers itu penting, tapi keselamatan kita lebih penting,” ucapnya.
Ia juga mendukung adanya hotline bersama. “Sepakat hotline perlu. Menurut saya, berangkat dari kasus Rovin, ini perhatian kita semua. Mulai dari AJI, PWI dan serta organisasi profesi wartawan dan media lainnya, duduk bersama menyamakan posisi jurnalis di lapangan,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Pena NTT, Marsellinus Pampur. “Untuk kasus Rovin dan Nia, kami sebatas komunitas jurnalis tapi kami memberi dukungan penuh. Kami sepakat dengan AJI dan IWO bahwa kita perlu bertemu dengan Polda Bali. Kita memberi catatan penting ke Polda Bali supaya tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Ketua IWO Bali Tri Widiyanti mengapresiasi forum ini sebagai wujud nyata solidaritas jurnalis lintas organisasi.
“Terima kasih atas kehadirannya, pertemuan kali ini saya anggap bentuk solidaritas teman jurnalis. Dan pada forum ini kami menghasilkan dua catatan yakni: Pertama, jurnalis lintas organisasi mendorong rekan pengurus IWO Bali Rovinus Bou jurnalis Bali Topik untuk melapor dengan korban lainnya ke Polda Bali, hal ini sebagai bahan dasar agar Polda Bali untuk meminta maaf atas kasus dugaan intimidasi dan pembungkaman pers pada saat melaksanakan kerja jurnalistik,” ujarnya.
Ia menambahkan langkah kedua adalah memperkuat konsolidasi para ketua organisasi pers di Bali.
“Kedua, forum ini mengusulkan untuk mengumpulkan semua ketua organisasi di Bali untuk memperkuat posisi jurnalis sebagai bargaining ke Polda Bali atas kasus intimidasi wartawan dengan inisiator forum organisasi yang hari ini hadir (AJI, PWI dan Pena NTT) segera mencari waktu dan buat formatur,” lanjutnya.
Tri Widiyanti menekankan kembali pernyataan sikap IWO Bali.
“Kami mendesak agar aparat di lapangan lebih memahami fungsi dan peran pers. Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik, bukan musuh aparat. Insiden kemarin harus menjadi pembelajaran agar sinergi antara pers dan kepolisian semakin kuat dalam menjaga demokrasi,” pungkasnya.
IWO Bali menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas serta membuka ruang komunikasi dengan pihak kepolisian demi memastikan perlindungan terhadap jurnalis di Bali berjalan maksimal. (*)
Intimidasi Wartawan Bali Topik, Propam Polda Bali Gercep Periksa 3 Oknum Polisi
Balitopik.com, BALI - Insiden intimidasi terhadap sejumlah wartawan oleh oknum yang diduga anggota Polda Bali pada saat peliputan unjuk rasa...
Read moreDetails