Balitopik.com – Proyek pembangunan terminal LNG (Liquefied Natural Gas) di Pantai Sidakarya, Denpasar, menjadi tonggak penting dalam upaya Bali mewujudkan kemandirian energi yang bersih dan berkelanjutan.
Proyek ini dibahas dalam sebuah forum strategis yang digelar pada Senin (27/5/2025), dan turut dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Gubernur Bali Dr. Wayan Koster, Wali Kota Denpasar, serta perwakilan desa adat Sidakarya.
Dicky, Direktur Bisnis Development dan Komisaris Padma, mengatakan pembangunan terminal LNG ini merupakan solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan listrik Bali yang meningkat tajam—bahkan mencapai pertumbuhan sekitar 11 persen per tahun, tertinggi secara nasional.
“Bali membutuhkan pasokan energi yang stabil dan ramah lingkungan untuk mendukung visinya sebagai pulau energi bersih,” ujarnya.
Saat ini, Bali mengandalkan sekitar 500 ribu ton bahan bakar minyak (BBM) setiap tahun untuk kebutuhan pembangkit listrik. Sebagian besar BBM tersebut diimpor dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Dicky menjelaskan, “Solar memiliki kandungan karbon tinggi (C-16), yang menghasilkan emisi CO₂ besar. Sebaliknya, LNG hanya memiliki satu atom karbon (C-1), sehingga jauh lebih ramah lingkungan.”
LNG yang akan digunakan dalam proyek ini akan diangkut dari kilang di Papua menggunakan kapal berkapasitas 145.000 meter kubik—cukup untuk menyuplai energi listrik Bali selama 42 hari atau setara 890.000 MWh. Terminal LNG akan dibangun 500 meter dari garis pantai Sidakarya, berjarak sekitar 4,5 kilometer dari PLTG Indonesia Power di Tanjung Benoa.
Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada studi teknis dan kelayakan pasar. Jalur pelayaran selebar 145 meter dan kedalaman laut yang mendukung akan dilengkapi pengerukan (dredging) untuk memastikan keselamatan dan efisiensi.
“Kami telah menyelesaikan simulasi keamanan yang mencakup potensi tabrakan, kebocoran, dan ledakan. Semua hasilnya menunjukkan risiko sangat rendah dan masih dalam ambang batas standar internasional,” jelas Dicky.
Tak hanya aspek teknis, proyek ini juga dirancang untuk membawa manfaat sosial-ekonomi. Material hasil pengerukan akan digunakan untuk memperbaiki garis pantai dan mencegah abrasi, serta dikembangkan menjadi kawasan wisata mangrove dan dermaga wisata.
“Ini bisa mendukung pariwisata bahari ke Nusa Penida yang selama ini hanya terfokus di Sanur,” tambahnya.
Sebagai solusi terhadap kepadatan penyeberangan Sanur—yang mencapai 7.000 penumpang per hari—akan dibangun terminal baru di Serangan dan Mertasari (Muntig Siokan), bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar.
Terkait legalitas, Dicky memastikan bahwa seluruh dokumen perizinan, termasuk Amdal, telah memasuki tahap finalisasi.
“Kami telah menjalani studi menyeluruh, konsultasi publik, dan menandatangani pra-kerja sama dengan desa-desa terdampak seperti Serangan, Sidakarya, Sesetan, dan Sanur (Intaran), melalui forum SEKAR TANUR. Proyek ini melibatkan masyarakat secara aktif—belum pernah ada proyek energi lain yang melibatkan sebanyak ini pemangku kepentingan,” tegasnya.
BUMD provinsi dan kota juga dilibatkan sebagai bagian dari model pengelolaan yang terintegrasi dari desain hingga operasional. Dicky menekankan bahwa proyek ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mencapai Net Zero Emission pada 2040. Dunia akan melihat Bali bukan hanya sebagai destinasi wisata, tapi juga sebagai ikon kepedulian terhadap lingkungan. Dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, maupun kualitas hidup,” pungkasnya. (*)
ITB STIKOM Bali Serahkan Aplikasi Agung ARmed kepada BPBD Provinsi Bali
Balitopik.com - Tim Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Internal Skema Teknologi Tepat Guna (TTG) dari ITB STIKOM Bali secara resmi...
Read moreDetails