Oleh : dr. Ni Putu Arin Armini S. Ked
Balitopik.com – Pernahkah anda mengalami kerontokan rambut yang menyebabkan penipisan atau kebotakan pada rambut? Pada artikel ini akan dibahas mengenai salah satu bentuk kebotakan rambut paling umum yaitu alopesia androgenik.
Apa Itu Alopesia Androgenik?
Alopesia androgenik adalah bentuk kerontokan rambut yang paling umum di seluruh dunia. Kondisi ini sebagian besar bersifat genetik dan terkait dengan pengaruh hormonal yang menyebabkan penipisan rambut secara progresif dari waktu ke waktu. Meskipun lebih sering terjadi pada pria, alopesia androgenik juga dapat terjadi pada wanita, ini merupakan suatu masalah kesehatan yang harus ditangani dengan baik karena membawa stigma sosial dan emosional.
Alopesia androgenik merupakan kerontokan rambut progresif yang mempengaruhi hingga 50% populasi baik pria maupun wanita. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab pasien datang berkonsultasi mengenai masalah rambut. Alopesia androgenik dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik dan hormonal. Dihydrotestosterone (DHT) adalah hormon utama yang bertanggung jawab dalam terjadinya alopesia androgenik.
DHT menyebabkan kerontokan rambut di kulit kepala dengan menginduksi perubahan pada folikel rambut. Rambut yang dihasilkan oleh folikel yang terkena menjadi semakin kecil diameternya, lebih pendek dan warnanya lebih terang yang disebut dengan rambut vellus, sampai akhirnya folikel menyusut sepenuhnya dan berhenti memproduksi rambut hingga terjadi kebotakan.
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat kebotakan dalam keluarga serta riwayat penyakit lain yang dapat menimbulkan kerontokan rambut seperti sindrom metabolik, gangguan fungsi tiroid, dan anemia defisiensi besi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pola kerontokan rambut terutama di daerah frontal, parietal, atau vertex.
Pada pria, biasanya menyebabkan garis rambut yang mundur dan titik kebotakan, terutama di puncak kepala dan pelipis. Pada wanita, kondisi ini biasanya menyebabkan penipisan secara keseluruhan di seluruh kulit kepala tetapi jarang menyebabkan kebotakan total.
Penyebab Alopesia Androgenik
Penyebab utama alopesia androgenik adalah faktor genetik, yang berarti kondisi ini sering diwariskan dari satu atau kedua orang tua. Namun, faktor hormonal juga berperan besar. Hormon utama yang terkait dengan kondisi ini adalah dihidrotestosteron (DHT), hasil sampingan dari testosteron. DHT mengikat reseptor di kulit kepala dan menyebabkan folikel rambut menyusut seiring waktu.
Faktor- faktor yang dapat memperburuk kondisi ini yaitu :
- Usia: alopesia androgenik timbul seiring bertambahnya usia. Studi lain di Surakarta pada Desember 2015 hingga Januari 2016 melaporkan sebanyak 27 kasus alopecia androgenik dengan usia rata-rata 30 tahun.
- Perubahan Hormon: Kondisi yang menyebabkan perubahan hormon, seperti menopause pada wanita atau peningkatan kadar testosteron pada pria, dapat mempercepat kerontokan rambut.
- Faktor Gaya Hidup dan Lingkungan: Merokok, pola makan, dan stres dapat memperburuk kerontokan rambut, meskipun tidak secara langsung menyebabkan alopesia androgenik.
Gejala Alopesia Androgenik
Pada pria, alopesia androgenik biasanya muncul dalam pola yang khas, dikenal sebagai pola kebotakan pria (male-pattern baldness). Berikut adalah tahapannya:
- Garis Rambut Mundur: Gejala awal sering kali berupa garis rambut yang mulai menipis atau mundur di area pelipis, membentuk pola berbentuk M. Ini biasanya menjadi tanda pertama yang terlihat dari kerontokan rambut.
- Penipisan pada Puncak Kepala: Seiring waktu, rambut di bagian atas atau puncak kepala juga mulai menipis. Bagian ini sering mengalami kerontokan yang lebih cepat dibandingkan area lain.
- Kebotakan pada Mahkota Kepala: Setelah garis rambut dan puncak kepala, pria mungkin mengalami kebotakan di area mahkota, meninggalkan pola “tapal kuda” di sekitar sisi dan bagian belakang kepala.
- Kerontokan Rambut Secara Bertahap: Pada kasus yang lebih parah, kondisi ini bisa berkembang hingga hampir seluruh rambut di bagian atas kepala rontok, menyisakan area tanpa rambut atau sangat tipis.
Pada wanita, alopesia androgenik cenderung lebih menyebar dan tidak mengikuti pola yang sama seperti pada pria. Pola kerontokan ini dikenal sebagai pola kebotakan wanita (female-pattern hair loss):
- Penipisan Menyeluruh: Alih-alih rambut yang mundur, wanita biasanya mengalami penipisan secara menyeluruh di seluruh kulit kepala. Rambut di bagian depan dan tepi biasanya tetap lebih utuh.
- Penipisan pada Area Mahkota: Beberapa wanita mungkin mengalami penipisan yang lebih signifikan di bagian mahkota atau puncak kepala, namun jarang terjadi kebotakan penuh.
- Rambut yang Lebih Tipis dan Halus: Folikel rambut yang terpengaruh alopesia androgenik menghasilkan rambut yang lebih tipis dan halus, serta lebih mudah rontok.
- Penurunan Volume Rambut: Wanita mungkin merasa rambut mereka kehilangan volume, terasa lebih lemas, dan lebih sedikit dari sebelumnya.
Diagnosis Alopesia Androgenik
Diagnosis biasanya dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan tinjauan riwayat keluarga. Dalam beberapa kasus, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang diantaranya hair pull test, pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan dermoskopi, histopatologi, fotografi serial, dan pemeriksaan laboratorium.
Opsi Perawatan untuk Alopesia Androgenik
Beberapa pilihan perawatan dapat memperlambat perkembangan kerontokan rambut, merangsang pertumbuhan kembali rambut, atau membantu pasien mengelola tampilan rambut. Berikut beberapa perawatan yang paling umum yaitu minoxidil (rogaine), perawatan topikal ini dioleskan pada kulit kepala dan efektif untuk pria maupun wanita. Minoxidil membantu merangsang folikel rambut dan dapat memperlambat kerontokan rambut.
Namun memerlukan waktu beberapa bulan agar hasilnya terlihat signifikan. Finasteride (propecia) adalah obat oral yang dapat mengurangi kadar DHT. Cara kerja obat ini yaitu memperlambat kerontokan rambut dan merangsang pertumbuhannya kembali. Spironolakton merupakan obat yang sering digunakan untuk wanita fungsinya sebagai anti-androgen sehingga dapat mengurangi kerontokan rambut.
Pilihan terapi lain yang bisa digunakan pada pasien dengan alopesia androgenik yaitu transplantasi rambut dan Platelet Rich Plasma (PRP). Dalam kasus di mana obat tidak lagi efektif, transplantasi rambut dapat menjadi pilihan.
Prosedur ini melibatkan transplantasi folikel rambut dari area yang lebih padat ke area yang menipis. Platelet Rich Plasma (PRP) menggunakan plasma darah yang kaya trombosit untuk merangsang pertumbuhan rambut dan memperbaiki kesehatan folikel rambut.
Trombosit dalam darah mengandung faktor pertumbuhan yang dapat membantu dalam regenerasi sel dan penyembuhan jaringan, yang membuat terapi ini dianggap potensial dalam menangani kerontokan rambut. Selain beberapa terapi yang sudah disebutkan diatas, penderita alopesia androgenik harus memastikan asupan vitamin dan mineral yang cukup seperti zat besi, seng, dan biotin dapat mendukung kesehatan rambut. (*)