Balitopik.com – Kasus dugaan pemalsuan silsilah keluarga oleh Made Dharma dan 17 tersangka lainnya alias Cs hampir menemui titik akhir. Sebab, dalam sidang perkara praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Jumat 14/2/2025 dengan agenda keterangan saksi ahli sepertinya membuat hakim kepala merasa cukup.
Hakim kepala memutuskan sidang akan dilanjutkan pada Senin 17 Februari 2025 mendatang dengan agenda pembacaan putusan perkara. Tiga saksi yang dihadirkan yaitu Ahli Hukum Adat Ketut Sudanta, Ahli Hukum Pidana Dr. Dewi Bunga, dan saksi korban, Kepala Lurah Jimbaran Wayan Kardiasa.
Dalam keterangannya para saksi ahli memberikan keterangan yang mengarah pada silsilah keluarga yang dibuat oleh Made Dharma Cs itu palsu.
Harmaini Idris Hasibuan, pengacara pelapor I Made Tarip Widarta, menjelaskan bahwa perkara ini berawal dari dugaan pemalsuan silsilah yang dilakukan oleh Made Dharma dan 17 orang lainnya.
“Perkara ini berawal dari pemalsuan silsilah, yang diduga dilakukan oleh Made Dharma dan 17 orang lainnya. Mereka memalsukan surat keterangan waris dari kepala lurah Jimbaran,” ujar Harmaini Idris Hasibuan.
Lebih lanjut, Harmaini Idris menerangkan bahwa ketiga saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan tersebut semua membuktikan bahwa benar bahwa surat silsilah keterangan waris itu terbukti palsu.
Dia bilang kalau dari hukum adat apa buktinya bahwa surat itu palsu bahwa saksi Ahli mengatakan nyentana itu tidak mungkin terjadi, kalau ada saudara perempuan itu punya saudara laki-laki dan tidak mungkin terjadi kalau laki-laki punya istri tiga dan kejadiannya pun sudah dari 200 tahun yang lalu dan tidak ada bukti.
Selain itu kata dia, dari ahli hukum pidana menjelaskan teori tentang 263 KUHP itu terdiri dari ayat 1 ayat 2. Ayat 1 membuat surat palsu sedangkan ayat 2 memalsukan surat.
“Nah kalau membuat surat palsu itu dari awal tidak ada, terus dia ada-adain contohnya kayak surat keterangan itu, awalnya itu tidak ada, tidak ada itu apa buktinya?di kantor lurah tanggal itu nggak ada mengeluarkan surat itu kosong, tapi kalau sudah kosong berarti kan apalagi kan gitu ya,” ungkapnya
Ahli hukum pidana itu juga mengatakan bahwa surat-surat palsu itu kalau yang di poin pentingnya adalah tentang isi materinya tidak perlu untuk di forensik dan tidak perlu pembanding atau apapun kecuali pembanding nya itu keterangan yang berbeda dengan materi surat tersebut.
“Jadi kalau ini dia bilang benar surat ini tidak benar. Nah itu perlu membandingkan jadi 263 itu terdiri dari dua ayat itu tadi dijelaskan oleh ahli,” tutupnya. (*)