Oleh: Dr. Agus Dei, Akademisi UPMI – Mantan Wartawan
Balitopik.com – Hampir empat setengah dekade masyarakat dunia, bahkan pemimpin dunia selalu memberi sebutan untuk Bali yaitu: The Island of Gods (Pulau Dewata), The Island of Thousand Temples (Pulau Seribu Pura), The Morning of the World (Mentari Pagi di Pulau Bali atau Paginya Dunia), The Paradise Island (Pulau Surga), The Last Paradise (Surga Terakhir di Bumi), dan The Island of Love (Pulau Cinta).
Pujian ini cukup beralasan karena Alam Bali, Krama Bali, dan Kebudayaan Bali yang sangat kaya, unik, dan unggul secara historis dan tradisi turun-temurunnya merupakan sumber daya perekonomian yang menjadi penghidupan utama masyarakat Bali.
Semangat memuliakan alam, manusia dan budaya itu harus terhenti sejenak akibat pandemi covid-19 yang meluluhlantakkan sektor Pariwisata di Pulau Dewata. Dalam dua tahun 2019-2020 itu, masyarakat Bali betul-betul terpukul. Gubernur Bali saat itu, Wayan Koster, secara elegan menyampaikan, pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 berada posisi minus 9,43 (persen).
Padahal sebelumnya, saat kondisi normal Bali biasa di angka 5,3 persen, plus. Yang tadi minus 9,43 (persen). Sehingga ekonomi Bali mengalami kontraksi yang paling dalam dibandingkan provinsi-provinsi yang lain. Karena memang sektor pariwisata yang diandalkan Bali ini adalah sektor yang paling awal terimbas, dan sektor yang memang paling belakang untuk pulih.
Oleh karena itu, kita harus melakukan refleksi besar-besaran, sekaligus mentransformasi secara fundamental. Gubernur Wayan Koster memahami permasalahan ini dengan sangat baik dan merumuskan solusi yang tepat untuk memperkuat struktur dan fundamental ekonomi, agar ke depan Masyarakat Bali tetap survive dengan atau tanpa pariwisata dan mampu melakukan kegiatan ekonomi yang produktif baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan krisis.
Bertitik tolak dari dinamika tersebut, sudah saatnya Bali menata ulang perekonomian untuk menyeimbangkan struktur dan fundamental perekonomian Bali: kembali kepada keorisinilan dan keunggulan sumber daya lokalnya, meliputi Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali terutama di sektor pertanian, kelautan dan perikanan, dan industri kerajinan rakyat berbasis budaya branding Bali.
Pariwisata diposisikan sebagai sumber tambahan (bonus/benefit) dalam perekonomian Bali yang harus dikelola agar berpihak terhadap sumber daya lokal Bali.
Pembangunan Ekonomi Kerthi Bali diciptakan Gubernur Wayan Koster merupakan paradigma ekonomi baru dengan berlandaskan filosofi Sad Kerthi, yaitu sumber utama kesejahteraan atau kebahagiaan kehidupan manusia. Landasan ini sangat mengedepankan keseimbangan dalam tatanan kehidupan yang berkelanjutan. Saat ini telah terdapat beberapa perkembangan konsep ekonomi berkelanjutan seperti Green Economy dan Caring Economy.
Green Economy (Ekonomi Hijau) merupakan suatu konsep ekonomi yang mampu menghasilkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial dan juga mengurangi resiko lingkungan serta kelangkaan ekologi. Begitu juga Caring Economy, merupakan suatu konsep ekonomi yang menyatakan manusia di dalam mengelola sumber daya ekonomi untuk mencapai kemakmuran pribadi, masyarakat dan lingkungannya.
Secara umum dapat disimpulkan konsep dasar dan juga prinsip Ekonomi Kerthi Bali memiliki nilai kesamaan dengan Green Economy dan Caring Economy yaitu mengedepankan ekonomi tangguh dan keberlanjutan. Prinsip-prinsip Ekonomi Kerthi Bali sangat kuat dengan keselarasan antara alam, budaya dan manusia. Sedangkan untuk Green Economy lebih dominan terhadap sosial ekonomi dan lingkungan, begitu juga dengan Caring Economy.
Menariknya, ekonomi kerthi Bali menjadikan budaya sebagai prinsip utama dikarenakan tidak terlepas dari sistem nilai dalam kebudayaannya. Bali terkenal dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang dimiliki sejak zaman dahulu dan masih lestari diterapkan saat ini. Budaya yang menyatu dengan alam dijadikan sistem nilai dalam aktivitas, termasuk juga aktivitas ekonomi.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Prof Dr. I Ketut Rahyuda menilai, Ekonomi Kerthi Bali yang merupakan ide besar Gubernur Wayan Koster 2018-2023, memiliki konsep yang lebih menyatu pada alam.
Alam dan lingkungan bukan dipandang sebagai objek terpisah melainkan menjadi satu dengan kehidupan manusia. Menurut mantan Dekan Fakultas Ekonomi Unud ini, paradigma ini tidak terlepas dari nilai-nilai kearifan yang telah dipercayai oleh masyarakat Bali.
Ekonomi Kerthi Bali yang dilandasi oleh filosofi Sad Kerthi tidak dapat terlepas dari konteks kepercayaan masyarakatnya. Konsep ini terlihat pada istilah sekala-niskala. Secara sekala ekonomi dipahami sebagai praktik pertukaran barang dan jasa untuk mencari keuntungan duniawi.
Namun itu saja tidak cukup, biasanya orang Bali akan melaksanakan praktik niskala juga untuk mendukung praktik ekonomi tersebut. Karena mereka meyakini, rezeki tidak hanya hasil dari bekerja secara fisik, namun pemberian Tuhan.
“Di sini ekonomi tidak hanya dipahami sebagai aktivitas mencari keuntungan secara materiil (sekala), tetapi juga secara non materiil (niskala). Orang Bali akan selalu mempersembahkan hasil kerjanya kepada sang pemberi hidup,” ujar Prof Rahyuda.
Rektor Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI) Denpasar Dr. I Dewa Made Krishna Muku, S.T.,M.T. saat pak Koster memberikan kuliah umum, mengapresiasi segala kerja keras Pak Koster dengan berbagai legacy yang telah dibuat saat mengemban amanah rakyat sebagai Gubernur.
Menurut Dewa Krishna banyak prestasi yang telah ditorehkan pak Koster, lebih khusus soal kebahagiaan orang Bali meliputi aspek sekala niskala ini.
Kebahagiaan tidak hanya dipahami sebagai pemenuhan kebutuhan hidup secara duniawi, melainkan juga pemenuhan kebutuhan spiritual atau rohani. Maka dari itu ujung dari aktivitas ekonomi tidak hanya Laba (keuntungan materiil) tetapi juga Labda (keberhasilan, terselesaikan dengan baik).
Kebahagiaan bagi orang Bali adalah selesainya semua kewajiban duniawi dan rohani dalam kehidupan sehari-hari. Kewajiban duniawi meliputi pemenuhan kebutuhan riil keluarga dan masyarakat, sementara kewajiban rohani yakni terselenggaranya berbagai aktivitas keagamaan (Panca Kerta) dengan baik, baik di level keluarga dan masyarakat di Desa Adat.
Jika dua kewajiban duniawi (sekala) dan rohani (niskala) sudah terwujud, maka bisa disebut dengan Labda Karya-tuntasnya seluruh kegiatan dan kewajiban sebagai orang Bali. Ini adalah dimensi kultural dan religius dari paradigma Ekonomi Kerthi Bali yang dibangun pondasinya oleh Pak Koster.
Dalam perbincangan dengan penulis, Pak Koster kembali mereview gagasan besar Ekonomi Kerthi Bali yang telah dijalankan sesuai dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, bukan sekedar skema jargon belaka, tetapi gagasan tersebut diakui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas RI, Suharso Monoarfa. Bahkan Program tersebut diberi nama Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali menuju Bali Era Baru: Hijau, Tangguh dan Sejahtera.
Cerita Pak Koster, sesungguhnya Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali Menuju Bali Era Baru: Hijau, Tangguh, dan Sejahtera serta Master Plan Pengembangan Kawasan Pariwisata Ulapan telah diresmikan pada 3 Desember 2021, di Three Mountains, Kura Kura Bali oleh Presiden RI Joko Widodo disusun berlandaskan kepada Visi Indonesia 2045 dan kearifan lokal Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang bersumber dari nilai-nilai filosofi lokal Sad Kerthi dan semangat ajaran Hindu, Tri Hita Karana.
Peta Jalan yang diluncurkan saat itu, menjabarkan strategi dan rencana aksi pemulihan ekonomi jangka pendek dan strategi Transformasi Ekonomi Bali dalam jangka menengah-panjang, juga mengakomodasi perubahan kehidupan pasca Covid-19 untuk menata kembali perekonomian Bali dengan prinsip memanfaatkan sumber daya lokal Bali, baik alam, manusia, maupun budayanya, secara berkelanjutan.
Saat lahirnya peta jalan Ekonomi Kerthi Bali, banyak yang meragukan konsep besar ini. Namun di paruh waktu menyelesaikan tugas sebagai Gubernur, Pak Koster terus bekerja keras untuk menjawab berbagai keraguan masyarakat dengan menyampaikan bahwa Bali memiliki enam Konsep Ekonomi Kerthi Bali.
Konsep ekonomi ini diklaim untuk mewujudkan Bali Berdikari dalam bidang ekonomi yang dibangun dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai filosofi Sad Kerthi.
Berikut sektor unggulan yang masuk dalam enam Konsep Ekonomi Kerthi Bali:
1. Sektor Pertanian dengan Pertanian Organik
2. Sektor Kelautan dan Perikanan
3. Sektor Industri Manufaktur dan Industri Budaya Branding Bali
4. Sektor Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi
5. Sektor Ekonomi Kreatif dan Digital
6. Sektor Pariwisata
“Jadi Konsep Ekonomi Kerthi Bali dengan memiliki enam sektor unggulannya akan mewujudkan perekonomian Bali yang harmonis terhadap alam, berbasis sumber daya lokal dan menjaga kearifan lokal, ramah lingkungan, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, serta berkelanjutan,” ungkapnya.
Diakhiri perbincangan, Pak Koster menyatakan bangga terhadap pertumbuhan ekonomi Bali pada 2023 tercatat sebesar 5,71 persen secara tahunan atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional, yang mencapai 5,05 persen pada 2023.
Menurutnya, pencapaian impresif perekonomian Bali sepanjang 2023 juga didorong semakin bergeliatnya sektor pariwisata pascapandemi Covid-19.
Kepala BPS Provinsi Bali Endang Retno Sri Subiyandani dalam pemaparan Berita Resmi Statistik tentang Perekonomian Bali Triwulan IV 2023 di kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Kota Denpasar, belum lama ini, menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Bali sepanjang 2023 itu juga melampaui pencapaian Bali sebelum pandemi Covid-19.
Sepanjang 2019, menurut Endang, pertumbuhan ekonomi Bali tercatat sebesar 5,60 persen.
“Saya sudah purna tugas sejak 5 September 2023 lalu sebagai Gubernur Bali, tetapi saya bangga ekonomi Bali melampaui pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Pak Koster seraya menyatakan semua kembali pada masyarakat Bali untuk menilai secara objektif tentang kondisi ekonomi Bali delapan bulan terakhir ini. Semoga. (*)