Balitopik.com, DENPASAR– Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Denpasar menyatakan sikap tegas terhadap kasus perundungan yang menimpa almarhum Timothy, mahasiswa Universitas Udayana (Unud) yang meninggal dunia setelah mengalami tekanan psikis berat.
PMKRI mendesak Rektor Unud untuk segera mengambil langkah tegas dan menjatuhkan sanksi terberat kepada pelaku, yaitu dikeluarkan dari kampus.
“Kami menuntut agar pelaku perundungan dikeluarkan secara permanen dari Universitas Udayana. Ini adalah tindakan kekerasan yang tidak bisa ditoleransi, terlebih telah merenggut nyawa seseorang,” ujar Bram Junior Ketua PMKRI Cabang Denpasar dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Sabtu (18/10/2025).
Tuntutan Langsung Kepada Rektor Unud
PMKRI menyampaikan empat tuntutan utama kepada Rektor Universitas Udayana sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan kelembagaan:
- Mengidentifikasi dan mengumumkan pelaku perundungan secara terbuka.
- Menjatuhkan sanksi akademik terberat berupa pemecatan dari status mahasiswa.
- Menyampaikan permintaan maaf resmi institusi kepada keluarga korban.
- Melakukan reformasi menyeluruh terhadap budaya kekerasan dalam lingkungan kampus.
PMKRI menilai bahwa lambatnya respons pihak kampus mencederai rasa keadilan publik dan dikhawatirkan akan memperburuk luka yang dialami keluarga korban serta mahasiswa lain yang turut terdampak.
“Rektor Unud tidak boleh diam. Kasus ini harus menjadi momentum perubahan. Jangan ada lagi korban yang jatuh akibat budaya kekerasan yang dibiarkan tumbuh,” tegas pernyataan PMKRI.
Perundungan Bisa Dijerat Pidana
PMKRI menekankan bahwa tindakan perundungan bukan hanya melanggar norma etika kampus, tetapi juga dapat dikenai sanksi pidana. Beberapa ketentuan hukum yang dianggap relevan antara lain:
Pasal 76C jo. Pasal 80 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang melarang kekerasan fisik dan psikis terhadap anak (jika korban masih di bawah usia 21 tahun dan belum menikah).
Pasal 335 dan Pasal 310 KUHP, tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan. Pasal 5 dan Pasal 40 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang mencakup kekerasan psikis, tekanan sosial, dan intimidasi sebagai bentuk kejahatan.
“Jika ditemukan unsur kekerasan psikis yang sistematis, maka pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana. Ini harus disikapi serius oleh kampus dan aparat penegak hukum,” tegas PMKRI.
Dorong Reformasi Budaya Kampus
Selain menuntut keadilan bagi korban, PMKRI juga menyerukan reformasi budaya kampus secara menyeluruh, khususnya pada praktik-praktik organisasi kemahasiswaan dan kegiatan non-akademik yang masih menyimpan potensi kekerasan, senioritas berlebihan, dan intimidasi.
PMKRI mendorong agar Universitas Udayana segera:
- Membentuk tim investigasi independen untuk mengusut kasus ini secara transparan dan akuntabel.
- Mendirikan unit pengaduan kekerasan dan layanan psikologis bagi mahasiswa.
- Melarang secara tegas segala bentuk kekerasan dalam kegiatan orientasi, organisasi, maupun interaksi antar mahasiswa.
“Tragedi ini harus menjadi yang terakhir. Sudah saatnya kampus benar-benar menjadi ruang aman, bukan tempat berkembangnya budaya kekerasan,”tutup pernyataan tersebut. (*)