Balitopik.com, DENPASAR – Sidang agenda putusan sela dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dipimpin oleh H. Sayuti, S.H., M.H. berlangsung di Pengadilan Negeri Denpasar, dengan terdakwa berinisial PAS. Hadir Penasihat Hukum Terdakwa I Made Adi Mantara, S.H., dan I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn, dari Gendo Law Office.
Dalam persidangan tersebut, Ketua Majelis menyatakan nota keberatan (eksepsi) dari Penasihat Hukum PAS tidak dapat diterima.
Kasus ini berawal dari Terdakwa PAS selaku Direktur PT. Unipro Konstruksi Indonesia (PT UKI) yang mendapatkan proyek dari perusahaan asal Hongkong untuk membangun lounge di beberapa bandara di Indonesia.
Terdakwa PAS kemudian menitipkan Token dan Releaser serta Buku Giro milik PT. UKI kepada Peter Ho Kwan Chan, namun sayangnya sejak dipegang oleh Peter Ho Kwan Chan, yang bersangkutan sama sekali tidak pernah melaporkan keuangan dalam rekening PT. UKI di Bank Panin kepada PAS selaku Direktur PT. UKI.
Atas hal tersebut kemudian PAS telah mencabut kuasa yang diberikan kepada Peter Ho Kwan Chan dan meminta agar Peter Ho Kwan Chan segera mengembalikan Token dan Releaser serta Buku Giro milik PT. UKI, sayangnya permintaan PAS tersebut diabaikan oleh Peter Ho Kwan Chan.
Selanjutnya, atas hal tersebut PAS telah menyampaikan permasalahannya kepada Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar, dan oleh pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar, PAS disarankan untuk membuat surat keterangan kehilangan di kantor kepolisian sehingga berdasarkan surat keterangan kehilangan tersebut Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar akan menerbitkan Token dan Releaser pengganti untuk PT. UKI.
Atas saran dari pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar pada tanggal 3 Agustus 2023, Terdakwa PAS selaku Direktur PT. UKI membuat surat kehilangan atas Token dan Releaser milik PT. UKI ke Polsek Denpasar Utara.
Kemudian berdasarkan surat keterangan kehilangan yang dibuat oleh PAS tersebut, pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar menerbitkan Token dan releaser yang baru untuk PT. UKI. Penerbitan Token dan releaser PT. UKI yang baru menyebabkan Token dan releaser lama milik PT. UKI yang dikuasai oleh Peter Ho Kwan Chan di blokir.
Hal tersebut menyebabkan Peter Ho Kwan Chan tidak lagi dapat mengontrol keuangan PT UKI, atas dasar tersebut Peter Ho Kwan Chan melapor kepada pihak kepolisian dengan dugaan tindak pidana Pemalsuan Pasal 263 ayat (1) KUHP atau Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Peter Ho Kwan Chan mengklaim dirinya mengalami kerugian sebesar Rp. 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) karena tidak lagi dapat mengoperasikan Token dan releaser lama milik PT. UKI yang masih dia pegang.
Usai sidang Putusan Sela, ketua tim Penasihat Hukum PAS, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H., M.H, menanggapi putusan sela dari majelis hakim bahwa atas putusan majelis hakim tersebut, sidang dilanjutkan ke pembuktian. “sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi”, tegas Gendo.
Lebih lanjut, Gendo menerangkan, Peter Ho Kwan Chan bukanlah Direksi dan juga bukan pemegang saham di PT UKI, sehingga secara hukum Peter Ho Kwan Chan tidak ada hubungan hukum dengan PT UKI.
Sehingga apa dasarnya Peter Ho Kwan Chan menguasai dan mengelola uang milik PT UKI? Selanjutnya atas token dan releaser tersebut, PAS sudah mencabut kuasa pengelolaan uang PT UKI yang diberikan oleh Peter Ho Kwan Chan.
Selain itu PAS juga mengirimkan somasi kepada Peter Ho Kwan Chan, yang pada intinya isi somasi tersebut adalah agar Peter Ho Kwan Chan mengembalikan token dan releaser PT UKI kepada PAS. Sehingga secara hukum segala upaya sah menurut hukum sudah dilakukan oleh PAS.
“PAS mengambil alih token tersebut karena tanggung jawab PT UKI berada di PAS selaku Direktur”, ujarnya.
Lebih lanjut, Gendo menegaskan Peter Ho Kwan Chan yang menjalankan bisnis di Indonesia dengan meminjam nama PT Terdakwa adalah perbuatan Nominee yang melawan hukum investasi di Indonesia, sehingga dari sisi hukum pidana tidaklah etis bilamana negara memberikan perlindungan terhadap Peter Ho Kwan Chan.
Jika orang yang melanggar hukum penanaman modal diberikan perlindungan maka artinya negara sedang melindungi pelaku bisnis ilegal di Indonesia.
“Kalau kasus seperti ini dilanjutkan, Negara sedang melindungi pelanggar hukum”, tegas Pria yang juga sebagai Managing Partner Gendo Law Office.
Sidang selanjutnya akan digelar pada tanggal 9 Desember 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi dari Penuntut Umum. (*)















