Balitopik.com – Pria lanjut usia asal Malang, Jawa Timur, Tonny Nugroho (69) buka suara terkait kasus yang dituduhkan kepada dirinya yakni foto payudara di Bandara Ngurah Rai akhir tahun 2024 lalu.
Saat ditemui di Denpasar, Kamis malam (5/6/2925), ia mengaku foto itu hanya dilakukan secara spontan dan tidak ada niat fokus ke payudara milik korban. Foto itu diambil dalam pesawat saat hendak turun dan kebetulan korban memang ada di bagian depan terdakwa.
“Foto itu saya ambil secara spontan dengan tujuan untuk memberikan informasi atau kabar kepada teman-teman yang ada di komunitas, di kelompoknya bahwa saya telah mendarat di Bandara Ngurah Rai Bali. Saya juga sempat foto pramugari. Semuanya spontan,” ujarnya.
Saat ditanya kenapa sampai ada 13 kali foto di obyek yang sama, menurut Tony, dirinya memang mengidap penyakit Parkinson dengan Tremor yang tinggi dan juga penyakit demensia. Saat hendak turun dari pesawat itu, semua sudah berdiri, tangannya yang memegang kamera handphone yang sedang on tidak bisa terkontrol dengan baik.
Sehingga banyak sekali foto yang terekam kamera di luar kontrol. “Saya ini mengidap Parkinson Tremor. Ada bukti medisnya. Saya ini setiap hari menelan obat atas saran dokter. Saya juga mengidap demensia,” jelasnya.
Tony mengisahkan, korban berinisial NC marah-marah, mengamuk sejak turun dari pesawat, saat di runway mau masuk bus menuju terminal kedatangan. Bahkan suaminya bernama Larry Lion Lie ikut menyita handphone dan memeriksa seluruh isi rekamannya.
“Karena saya takut maka saya berinisiatif meminta perlindungan ke Polresta Bandara. Namun korban dan suaminya datang mengamuk di Polres Bandara, dengan suara tinggi, marah-marah dan bentak-bentak. Polisinya sampai bingung, saya ditahan hingga tengah malam baru dibolehkan pulang,” kata dia pula.
Sejak itulah handphone Tony ditahan di polisi sampai sekarang. Tony sempat minta maaf berkali-kali, dan mempersilahkan korban sendiri yang menghapus foto-foto tersebut. Namun semua itu tidak dilayani dan ada kesan jika kasus ini harus masuk ke ranah hukum.
Penasehat hukum Tony Nugroho, Yulius Benyamin Seran menjelaskan, proses hukum terhadap kliennya terkesan berlangsung begitu cepat. Bahkan pemanggilan pemeriksaan yang pertama sudah langsung pro justicia artinya sudah naik penyidikan, dan pemeriksaan yang kedua sudah sebagai tersangka waktu itu.
Proses hukum berlangsung begitu cepat sehingga ditetapkan hingga dinyatakan P21. Saat ini kliennya divonis 3 bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (3/6/2025) lalu.
“Kami selaku Penasehat hukum tetap menghormati putusan pengadilan di PN Denpasar. Klien kami divonis 3 bulan penjara namun kami sudah bulat untuk mencari keadilan di tingkat banding. Memori banding sudah kami siapkan,” terang Benyamin.
Lalu apa saja yang akan diajukan ke tingkat banding. Menurut Benyamin Seran, dalam banding nanti pihaknya bersama timnya akan melampirkan beberapa bukti lain berupa permintaan uang Rp 1 miliar melalui Penasehat hukum korban NC.
“Kami akan melampirkan bukti berupa print out screenshot percakapan antara klien kami Tony Nugroho dengan Penasehat hukum berinisial E. Ada juga rekaman suara soal permintaan uang, ada juga bukti rekaman video percakapan tentang permintaan uang Rp 1 miliar. Belum lagi ada pengakuan korban yang pernah dipanggil ke Surabaya oleh kuasa hukum korban NC untuk berbicara soal uang Rp 1 miliar dengan rincian kemana saja akan dibayar, dan kalau pelaku bisa menyiapkan uang maka akan berdamai,” urainya.
Terkait dengan permintaan uang Rp 1 miliar, juga menjadi fakta di persidangan tingkat pertama karena sudah diakui oleh suami korban Larry Lion Lie saat diperiksa sebagai saksi. Namun ia tetap bersikeras bahwa uang tersebut tidak bisa mengembalikan trauma isterinya. “Lalu kenapa harus minta uang. Bukankah harga diri korban tidak bisa dinilai dengan uang,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, pasal yang disangkakan kepada kliennya adalah Pasal 14 Ayat Ke-1 (a) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dimana pasal tsb khusus mengatur kekerasan seksual berbasis elektronik hingga divonis 3 bulan penjara. Ini adalah UU baru yang bisa menjerat siapa saja yang mengambil gambar tanpa izin sementara orang berada di ruang publik.
Dalam keterangan saksi ahli setelah memperlihatkan foto-foto korban, dijelaskan bahwa tidak ditemukan unsur kekerasan seksual elektronik. Sebab tuduhan foto payudara, tetapi tidak ada tampak payudara yang kelihatan dalam gambar. “Yang ada adalah korban dalam keadaan pakaian lengkap, tidak kelihatan payudaranya, karena tertutup pakaian, dan ada di ruang publik,” ungkap dia.
Ia juga membawa bukti putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan menggunakan pasal yang sama. Pertama, kasus di Bangli, Bali, dimana pelaku mengambil gambar melalui lubang terhadap korban yang sedang mandi telanjang. Kedua, kasus yang sama juga terjadi di Cimahi dimana seorang ayah tiri mengambil gambar terhadap anak tirinya yang sedang tidur nyenyak sampai memperlihatkan aurat.
“Disini jelas, unsur kekerasan seksual elektronik terjadi, yakni ada di ruang tertutup, foto orang sedang mandi telanjang, foto anak tiri sedang tidur nyenyak dengan pakaian yang tersingkap sampai memperlihatkan aurat. Sementara NC ada di ruang publik, berpakaian seperti biasa, tidak memperlihatkan payudara dan seterusnya. Tetapi tetap divonis 3 bulan penjara,” tandasnya.
Dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini maka dirinya banding ke pengadilan tinggi dengan membeberkan bukti pendukung dan pertimbangan kemanusiaan dimana kliennya dalam keadaan sakit Parkinson Tremor, dan terlebih lagi Laporan Polisi yg dijadikan dasar awal dimulainya proses peradilan ini ternyata bermotif ekonomi. (AD)