Balitopik.com – Uskup Agung Ende Mgr. DR. Paulus Budi Kleden, SVD secara tegas menolak eksplorasi geothermal yang ada di wilayah Keuskupan Agung Ende (KAE).
Penolakan tegas tersebut disampaikan Uskup Budi saat acara natal bersama para imam se-Keuskupan Agung Ende Senin, pada tanggal 6 Januari 2025, di Ndona. Secara tegas Uskup Budi menyampaikan penolakan di hadapan para imam yang datang dari tiga kabupaten di Flores ini.
Penolakan tersebut merupakan sikap gereja katolik di KAE setelah mendengar kesaksian dari sejumlah pihak yang berasal dari sejumlah titik eksplorasi geothermal yakni di Sokoria wilayah Kabupaten Ende dan di Mataloko Kabupaten Ngada tentang eksplorasi geothermal yang tidak membawa asas manfaat bagi masyarakat tetapi sebaliknya membawa petaka bagi masyarakat sekitar lokasi eksplorasi geothermal.
“Setelah mendengar sejumlah kesaksian dari sejumlah orang, dari Sokoria dan Mataloko, dan pembicaraan dengan sejumlah imam, saya menentukan sikap menolak geothermal di sejumlah titik yang sudah diidentifikasi di tiga Kevikepan di Keuskupan Agung Ende,” ujarnya.
Uskup yang juga mantan dosen di IFT Katolik St. Paulus Ledalero ini menyampaikan, sejumlah lokasi di Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo atau yang berlokasi di Kevikepan Bajawa, Kevikepan Mbay, Kevikepan Mbay sudah ditandai memiliki pusat geotermal dan akan dieksplorasi.
Maka Keuskupan Agung Ende perlu mendorong resistensi umat dan masyarakat dengan memberikan perhatian, informasi dan edukasi kepada masyarakat, baik secara ilmiah maupun fakta lapangan dalam bentuk kesaksian dari masyarakat yang mengalami secara langsung. Terutama masyarakat yang ada di Sokoria dan Mataloko.
“Saya meminta agar para imam di tingkat Kevikepan agar berbicara tentang tema ini dan perlu bantuan hukum dari Yayasan Bantuan Hukum untuk mengatasi masalah ini,” sambungnya.
Pasca penolakan oleh Uskup Budi Kleden, tim akan melakukan kajian secara ilmiah, melibatkan para pakar di bidang geologi, pemerintah, aktivis lingkungan hidup, tokoh masyarakat, tokoh adat yang ada di tiga kabupaten tersebut.
Sebab, berdasarkan informasi masyarakat, geothermal di Mataloko misalnya, eksplorasi terbengkalai, pemboran dilakukan secara membabi buta sehingga saat ini banyak sumber lumpur keluar di beberapa titik yang merusak lahan dan tanaman warga.
Belum lagi ancaman luberan lumpur panas yang berpotensi seperti Lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur. Kasus yang sama terjadi di Sokoria, yang ada di Desa Sokoria, Kabupaten Ende, juga mengalami hal yang sama. Banyak tanaman warga terutama kopi yang akhirnya kering dan mati. (AD)