Balitopik.com – Pelayanan Rumah Sakit Windu Husada, Badung dikompalin oleh Wayan Sukayasa orang tua dari Pasek Ni Made Selci Kesuma (14) yang menjadi pasien di RS Windu Husada pada Minggu Tanggal 12 Mei 2024 lalu.
Wayan Sukayasa menjelaskan kejadiannya berawal saat ia hendak menggunakan BPJS untuk anaknya yang sakit. Namun karena anaknya mengalami demam tinggi dan saat itu banyak pasien di UGD yang antri untuk menjalani perawatan, ia berinisiatif memindahkan anaknya dalam tindakan medis dari BPJS ke kelas 1 atau layanan umum.
Kata dia, saat itu admin RS Windu Husada memberikan estimasi biaya perawatan sekitar Rp2,3 Juta selama 2 atau 3 hari perawatan untuk tindakan medis umum. Dan itu wajib deposit 30 persen sebelum penanganan medis terhadap pasien Pasek Ni Made Selci Kesuma yang merupakan anak Wayan Sukayasa.
“Jadi diwajibkan untuk membayar DP, jika tidak membayar DP dugaan saya tidak akan ditangani karena anak saya mau tanda tangan DP 30%, tidak diizinkan karena belum membawa uang, akhirnya saya ke sana (RS Windu Husada) bawa uang, tanda tangan DP baru anak saya ditangani,” terang pengacara kondang itu saat konferensi pers di depan Rumah Sakit Windu Husada, Jl. Raya Mambal Nomor 17, Badung, Kamis (6/6/2024).
“Ini yang saya maksudkan ada indikasi ketika masyarakat tidak mampu membayar DP akhirnya bisa terlantar, bisa mati pasien itu jika tidak membayar DP. Ada gak di negara kita ada Undang-undang yang mengatur mengizinkan memakai DP,” sambung Mantan Ketua PHDI Kabupaten Badung periode 2011-2016 itu.
Wayan Sukayasa menjelaskan, saat itu sebelum ia mengantarkan uang DP 30 persen, pihak rumah sakit belum memasang infus dengan alasan agar tidak membuka kembali infus jika Wayan Sukayasa membawa anaknya keluar karena persoalan harus bayar dulu DP 30 persen estimasi biaya perawatan.
Karena itu menurut Wayan Sukayasa yang juga berprofesi sebagai seorang Advokat itu menilai tindakan pihak RS Windu Husada itu telah melanggar Pasal 32 UU Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 34 UUD 1945 dan Peraturan Kementerian Kesehatan karena diduga menelantarkan pasien dan tidak mengedepankan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia.
Apalagi kata dia, saat itu anaknya dalam keadaan demam tinggi yang membutuhkan penanganan medis segera. Kerena penggunaan BPJS padat pasien dan butuh antri lama di UGD ia akhirnya berinisiatif memindahkan anaknya dari tindakan BPJS ke kelas 1 atau layanan umum.
Namun yang membuat dia terkejut adalah karena harus bayar DP 30 persen sebelum pasien ditangani.
“Jangan-jangan hal seperti ini selalu dilakukan sesuai perintah aturan di RS Windu Husada dan menjadi kebiasan. Jika pasien tidak menandatangani DP dan bayar 30% apakah tidak ditangani pasien tersebut? Jika seperti ini parah lah dan langgar UU itu,” ungkapnya.
Terkait komplain tersebut, Kepala Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, RS Windhu Husada, Ns. I Ketut Yoga Sedana, S.Kep., M.MRS mengakui adanya komplain tersebut.
Yoga mengatakan pihaknya telah menemui Wayan Sukayasa untuk menyampaikan permohonan maaf atas ketidakpuasan terhadap pelayanan RS Windhu Husada.
Menurut Yoga DP 30 persen memang sudah prosedur di RS Windhu Husada. Bahwa pasien yang sudah melewati fase emergency, adminitrasi (DP 30 persen) sudah harus dijalankan.
“Itu sebenarnya administratif yang lumrah karena konsepnya pasien yang sudah melewati fase emergency, itu administrasi bisa berjalan. Jadi pasien ditangani administrasi berjalan, seperti itu,” kata Yoga saat ditemui di RS Windu Husada, Kamis, (6/6) siang.
Namun begitu, lanjut Yoga, pihaknya tetap menjadikan komplain dari Wayan Sukayasa sebagai bahan pembelajaran untuk berbenah dalam meningkatkan pelayanan di RS Windu Husada.
“Beliau sempat mengajukan komplain, kita selaku pelayan tetap melayani komplain sesuai prosedur tapi yang namanya masyarakat ketidakpuasan itu pasti tetap ada dari proses pelayanan, kalaupun itu, ya itu menjadi tanggungjawab kami untuk selalu berbenah meningkatkan kepuasan pelanggan,” tandas Yoga. (*)