Balitopik.com – Gubernur Bali, Wayan Koster membuka Bulan Bung Karno VII Tahun 2025 di panggung terbuka Ardha Candra, Art Center Denpasar, Minggu (1/6/2025). Ini membukikan Provinsi Bali secara konsisten merayakan Bulan Bung Karno setiap bulan Juni.
Di saat sebagian daerah memperingati Hari Lahir Pancasila dengan upacara formal, Bali tampil berbeda, lebih dalam, lebih menyatu, lebih mengakar. Bali merayakan Bulan Bung Karno selama bulan Juni penuh dengan berbagai perlombaan prestasi. Ini disebut panggilan jiwa.
Diiringi pemukulan kendang Bali yang sakral, dilakukan Wakil Gubernur Bali Nyoman Giri Prasta, suasana pun berubah menjadi simbol kesatuan pemimpin dan masyarakat, menandai dibukanya satu bulan penuh rangkaian kegiatan untuk mengenang Sang Proklamator.
“Hanya di Bali ada Bulan Bung Karno sebagai penghormatan tinggi terhadap jasa Bung Karno. Tanpa Bung Karno, kita tidak akan berdiri tegak di sini. Jangan pernah melupakan sejarah,” tegas Gubernur Koster dalam sambutan yang disambut tepuk tangan.
Komitmen Bali terhadap warisan Bung Karno bukan sekadar simbolik. Sejak tahun 2019, Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Koster telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2019 tentang Bulan Bung Karno di Provinsi Bali, yang menetapkan bulan Juni setiap tahun sebagai waktu khusus untuk memperingati, mempelajari, dan menghidupkan kembali nilai-nilai, pemikiran, dan ajaran Bung Karno.
Bulan Juni memang istimewa, 1 Juni Hari Lahir Pancasila, 6 Juni Hari Lahir Bung Karno, dan 21 Juni Hari Wafat Bung Karno. Tiga momentum besar itu diramu menjadi satu energi kolektif yang mengakar kuat dalam kesadaran masyarakat Bali.
Mengangkat tema Prana Jagat Kerthi, Bulan Bung Karno 2025 menyelaraskan ajaran Bung Karno dengan filosofi pembangunan Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Sebuah pendekatan holistik yang menjaga keharmonisan alam, manusia, budaya, dan spiritualitas sebagai sumber kesejahteraan sejati.
Tak sekadar seremoni, semangat kebangsaan dikobarkan lewat berbagai lomba inspiratif, seperti Musikalisasi Puisi “Sudah Ber-Ibu Kembali”, Film Pendek “Berdikari Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal Bali”, dan Dokumenter “Ketahanan Budaya Bali di Tengah Globalisasi”. Semua diarahkan untuk menanamkan nilai-nilai Bung Karno di benak generasi muda dari pelajar hingga Gen Z agar nasionalisme tidak menjadi slogan kosong.
Wayan Koster menegaskan bahwa nasionalisme di Bali tak berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan kearifan lokal yang menjadi akar budaya masyarakat.
“Ajaran Bung Karno adalah napas semesta. Ia hidup dalam gotong royong, dalam semangat berdikari, dalam keberanian melawan ketidakadilan,” ucapnya.
Bali sekali lagi membuktikan diri sebagai satu-satunya daerah yang tak hanya mengenang Bung Karno, tetapi juga menghidupkannya dalam denyut kebijakan. Di Bali, nasionalisme bukan wacana, tetapi warisan hidup yang terus menyala. (*)