Balitopik.com – Anggota DPR RI asal Bali Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer diduga melanggar undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236 yang melarang seorang anggota DPR merangkap jabatan.
Sebab pada tahun 2020 saat Demer masih sebagai Anggota DPR RI aktif, ia juga tiba-tiba menjabat sebagai Komisaris PT Energi Kita Indonesia (EKI) perusahaan pipa yang ditunjuk mengelola dana alat pelindung diri (APD) Covid 19.
Belakangan, PT EKI ini terlibat korupsi dana alat pelindung diri (APD) Covid 19 senilai Rp 319 miliar. Menurut dokumen resmi Kemenkumham, Demer tercatat sebagai Komisaris PT EKI per 20 Maret 2020.
Saktinya lagi, hanya dalam hitungan 8 hari Demer jadi Komisaris, PT EKI yang tidak memiliki izin IPAK, bukan PKP mendapat penunjukan langsung dari Kementerian Kesehatan untuk mengelola dana pengadaan APD Covid 19 sebesar Rp 3,3 triliun.
Fakta ini diungkapkan oleh aktivis antikorupsi, Gede Angastia alias Anggas. Anggas menduga Demer menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI saat itu untuk intervensi atau lobi sehingga PT EKI mendapat proyek pengadaan APD Covid 19.
“Yang jelas di sini ada Anggota DPR RI yang merangkap jabatan. Ini harus diperiksa rangkap jabatan ini sudah menyalahi undang-undang. Kemudian ada kerugian negara ini harus diusut tuntas jadi benang merahnya disana,” kata Anggas kepada media di Denpasar, Rabu (11/6/2025).
“Harapan kita aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung kasus korupsi ini harus dibuka dengan terang benderang bahwasanya Demer ini ikut sebagai komisaris di PT EKI itu sangat melanggar undang-undang karena ada kerugian negara,” tambahnya.
Perlu diketahui, dalam kasus ini ada 3 terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI divonis 3 hingga 11,5 tahun penjara.
Adapun 3 terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes, Budi Sylvana; Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo; dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.
Budi Sylvana divonis 3 tahun dan denda sejumlah Rp 100 juta, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan dan Satrio Wibowo divonis 11 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Satrio juga dihukum membayar uang pengganti Rp 59,98 miliar subsider 3 tahun kurungan.
Anggas dengan dugaannya bahwa Demer sebagai dalang dari PT EKI yang merupakan perusahaan pipa sampai mendapat proyek APD Covid 19 senilai triliunan dan terlibat korupsi itu tidak bisa diberi kesempatan menghirup udara bebas begitu saja.
Apalagi korupsi itu dilakukan saat semua masyarakat Indonesia sedang dalam situasi mencekam Covid 19. Dia berharap para penegak hukum memanggil dan memeriksa ulang keterlibatan Demer. Mengingat dalam kasus ini Demer hanya diperiksa sebagai saksi.
“Kenapa harus sampai diperiksa sebagai saksi lalu sampai disitu saja. Ada apa di balik ini?. Jadi masyarakat bertanya-tanya bagaimana marwah KPK, bagaimana bisa dipercaya masyarakat kalau ini tidak bisa dibuka terang benderang,” tutup Anggas. (*)