Balitopik.com, DENPASAR – Pemerhati pers sekaligus advokat muda asal Atambua, NTT, Yulius Benyamin Seran, SH., angkat bicara terkait dugaan intimidasi yang dialami Andre S jurnalis dari media Radar Bali.
Pengacara sapaan Elan Saran menilai peristiwa ini bukanlah sekadar persoalan pribadi antara individu jurnalis dengan oknum aparat, namun mencerminkan ancaman serius terhadap kebebasan pers di Provinsi Bali.
“Kita semua harus melihat ini sebagai ancaman terhadap kemerdekaan pers, bukan semata konflik personal,” tegasnya di ruangan Jawa Pos TV, Selasa (8/7/2025). Ia menyampaikan pesan terbuka kepada masyarakat Bali, khususnya insan pers, untuk tetap waspada dan bersatu melawan segala bentuk tekanan dan intimidasi yang dapat menghambat tugas jurnalistik.
Pimpinan Kantor Hukum Benjamin Seran Jr. & Partners di Renon, Denpasar, menegaskan dukungannya terhadap langkah hukum yang tengah ditempuh oleh Polda Bali. Ia mengapresiasi informasi yang menyebutkan bahwa oknum anggota Polri terduga pelaku intimidasi telah diperiksa dalam proses etik internal.
Namun, menurutnya, penanganan etik saja tidak cukup. Sehingga ia mendesak agar Polda Bali juga menindaklanjuti kasus ini dengan proses pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami mendorong agar Polda Bali segera melakukan pendalaman hukum terhadap dugaan pelanggaran Pasal 18 UU Pers. Ancaman terhadap pers merupakan delik pidana dan harus disikapi dengan serius,” ujarnya.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan tindakan yang menghambat, atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Berharap agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil. “Kami menanti keseriusan Polda Bali untuk mengusut tuntas kasus ini, demi memberikan rasa aman kepada insan pers dan menjamin kebebasan berekspresi di Bali,” pungkasnya.
Ia juga menyerukan agar tidak ada lagi tindakan intimidasi atau kekerasan terhadap jurnalis di Bali dan Indonesia pada umumnya. “Insan pers adalah pilar demokrasi. Ancaman terhadap mereka adalah ancaman terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi,” tutup pengacara asal Atambua, NTT. (*)