Balitopik.com, BALI – Kondisi Bali dalam tataran tri hita karana (spirit, sosial dan alam lingkungan) sudah diambang kehancuran. “Bila kondisi ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin kepunahan budaya Bali sudah dekat,” ujar Ketua Yayasan THK Bali, Ir. I Gusti Ngurah Wisnu Wardana menjelang peringatan 25 tahun (Silver Jubellium) terselenggaranya THK Tourism Awards, Rabu (15/10/2025).
Keyakinannya dapat dilihat dari hasil survey terakhir (2025), dimana 47% kaum gen-Z Bali yang disurvey tidak mengenal landasan pembangunan Bali yaitu tri hita karana (THK). Dan, bila hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan nyata, maka kepunahan budaya Bali sudah dekat.
“Tinggal 4 persen lagi, maka didapat angka lebih dari 50%. Artinya, bila ada dua kata pilihan (angkara dan harmoni), maka kaum gen-Z sudah menjatuhkan pilihannya pada makna kata ‘angkara’ untuk membangun Bali,” katanya sambil menambahkan bahwa Bali akan dibangun tanpa rasa harmoni dengan alam dan sesama manusia.
Dilanjutkan, pihaknya selalu melakukan survey kecil-kecilan sebelum berbuat. Saat program THK Awards diluncurkan (tahun 2000), survey dilakukan terhadap banyaknya jumlah berita kriminal yang dimuat di media massa. Sehingga lewat survey kecil-kecilan itu diperoleh gambaran bahwa kondisi pariwisata Bali pada tahun 1970’an terlihat masih hijau royo-royo; lanjut tahun 1980’an menjadi kuning dan tahun 1990’an warnanya merah.
“Oleh sebab itu, sebagai wartawan pariwisata, kita harus berbuat sesuatu,” katanya. “Sehingga muncul program THK Tourism Awards tahun 2000”.
Awards pertama kali diserahkan tanggal 22 Desember 2000, kemudian tahun 2002 (12 Oktober) meletus Bom Bali I yang menewaskan 202 orang dan 209 luka dan cacat. Artinya, dua tahun setelah penyerahan THK Tourism Awards, warna Bali menjadi hitam-legam.
Setelah gosong (warna hitam-legam), mungkinkah akan terjadi kepunahan budaya Bali? “Inilah yang mencemaskan kami,” tutur Ngurah Wisnu yang hampir 50 tahun menjadi wartawan pariwisata di Bali.
Kalau saja manusia Bali benar-benar membangun tanpa landasan tri hita karana atau 50% melupakan pondasinya (THK), maka secara de-facto, aktifitas tri hita karana telah lenyap. Mereka akan membangun seenak – perutnya.
Tidak hanya rakyat biasa yang membangun hanya menuruti nafsu (uang dan harta), tapi seluruh elemen, termasuk pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Demikian juga para investor (asing dan domestik) yang sudah berani dan arogan. Membangun Bali hanya berdasarkan kekuasaan (uang).
Yayasan Tri Hita Karana bersyukur bilamana life-philosophy Bali, secara de jure sudah sampai ke tingkat dunia, dengan terbitnya surat dari PBB (UN-Tourism) tertanggal 24 Agustus 2015 yang menyampaikan bahwa keberlanjutan program THK Awards merupakan bagian dari implementasi kode ethic pariwisata dunia.
“Kami yakin bahwa nilai-nilai tri hita karana mampu menciptakan hidup harmoni dan bahagia, sehingga masa depan pariwisata Bali harusnya berkelanjutan, berkualitas dan beretika,” tutup Ngurah Wisnu.
Rencananya, peringatan Silver Jubellium THK Awards akan digelar pada Jumat, 12 Desember 2025 di Kuta, Kabupaten Badung. (*)