Balitopik.com, DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan, keputusan penutupan TPA Suwung sepenuhnya bersumber dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 921 Tahun 2025. Pemerintah Provinsi Bali, kata dia, hanya menjalankan kewajiban konstitusional untuk patuh pada perintah pemerintah pusat dan undang-undang.
“Penutupan TPA Suwung adalah keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Pemerintah Provinsi Bali wajib melaksanakan. Ini bukan kebijakan diskresi gubernur,” kata Koster dalam pernyataan resminya, Senin, 22 Desember 2025.
Menurut Koster, sejak awal Pemprov Bali bersikap kooperatif. Bahkan ketika batas waktu penutupan ditetapkan pada 23 Desember 2025, pemerintah provinsi tetap menyatakan siap melaksanakan. Namun atas permohonan Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung yang merupakan pihak pengguna utama TPA Suwung, Menteri kemudian memberikan perpanjangan waktu hingga 28 Februari 2026.
Perpanjangan tersebut, kata Koster, sama sekali bukan hadiah. Ia lahir dari rangkaian surat-menyurat dan proses administratif yang ketat. Gubernur Bali mengirimkan satu surat resmi kepada Menteri Lingkungan Hidup pada 16 Desember 2025 untuk meminta arahan dan keputusan.
Surat itu lanjutnya, disusun sebagai tindak lanjut atas permohonan Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung yang lebih dulu mengajukan penundaan karena belum sepenuhnya siap menutup TPA Suwung yang setiap hari menampung ribuan ton sampah dari pusat aktivitas pariwisata Bali.
“Kami meminta arahan dan keputusan kepada Menteri, karena kewenangan sanksi administratif dan penutupan berada di pemerintah pusat,” ujar Koster.
Ia menekankan, perpanjangan waktu tersebut juga merupakan keputusan Menteri, bukan hasil negosiasi politik di daerah. Kementerian Lingkungan Hidup bahkan menurunkan tim pengawasan ke Bali untuk menilai langsung tingkat kepatuhan Pemerintah Provinsi Bali terhadap kewajiban sanksi administratif.
“Hasil penilaian kementerian menunjukkan ada kewajiban yang sudah dilaksanakan dan ada yang belum. Itu yang menjadi dasar keputusan Menteri memberi tambahan waktu,” kata Koster.
Menurutnya, larangan open dumping dan perintah penutupan TPA Suwung merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 serta keputusan menteri yang mengikat secara hukum.
“Undang-undang melarang open dumping. Menteri menjalankan undang-undang itu. Kami di daerah wajib patuh,” ujarnya.
Koster juga menegaskan bahwa kesepakatan pembatasan pembuangan sampah selama masa transisi maksimal 50 persen dari jumlah truk harian Denpasar dan Badung adalah bagian dari pelaksanaan perintah tersebut, bukan kebijakan sukarela pemerintah daerah.
“Kalau tidak dibatasi, perintah penutupan tidak akan pernah efektif,” imbuhnya.
Ia memastikan, setelah 28 Februari 2026, TPA Suwung harus berhenti beroperasi. Tidak akan ada lagi pengajuan penundaan dari kabupaten/kota.
“Mulai 1 Maret 2026, Suwung tidak boleh lagi menerima sampah. Itu konsekuensi hukum dari keputusan Menteri,” tegas Koster.
Di akhir pernyataannya, Koster mengajak masyarakat memahami duduk persoalan secara jernih. Penutupan Suwung, kata dia, bukan soal siapa yang memerintah, melainkan soal kepatuhan pada hukum dan perlindungan lingkungan hidup.
“Negara sudah memutuskan. Tugas kami di daerah adalah melaksanakan dengan tertib dan bertanggung jawab,” tutup Gubernur Koster. (*)

















