Balitopik.com – I Wayan Sadu kembali mengadakan pameran tunggal bertema “Perjalanan” di Santrian Gallery Sanur pada Jumat, (22/3/2024). Sebelumnya pada tahun 2007 Wayan Sadu telah melakukan pameran tunggal di tempat yang sama untuk menampilkan karya-karyanya yang istimewa.
Sadu menggelar 18 karya seni lukis dengan berbagai ukuran yang dibuat dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024 dengan media cat minyak dan cat akrilik. Pameran kali ini dikuratori oleh Wayan Seriyoga Parta, yang selalu aktif mengkurasi pameran seni rupa di berbagai daerah di Indonesia.
Pameran tunggal yang kedua tersebut diresmikan oleh Profesor I Wayan Dibia, tokoh besar seni pertunjukan di Bali yang juga memberikan perhatian besar terhadap seni rupa.
Tumbuh dalam lingkungan pedesaan dengan kehidupan agraris, serta bersentuhan langsung dengan gelombang seni lukis seniman muda membawakan Wayan Sadu pada pilihan berkesenian yang khas. Ia terinspirasi dari kehidupan desa yang kemudian dituangkan dalam karya yang antara abstrak dan formalistik.
“Kalau lukisan itu dilihat langsung mengerti artinya tidak hidup. Saya ingin orang melihat karya itu perlu ada imajinasi, perlu berpikir, biar bisa hidup karya itu,” ujarnya kepada awak media.
Sekitar tahun 1988 – 1994 masa SMP hingga menjelang memasuki SMSR ia juga melukis flora dan fauna di banjar Kutuh kelod Petulu, pada pamannya. Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana nan disiplin, relatif tidak banyak bicara dan selalu tersenyum, namun begitu khusyuk dalam mengeksplorasi karakteristik lukisannya.
Mengenyam pendidikan formal mulai dari SMSR (sekarang SMKN 1) Sukawati mengenalkannya pada kaidah-kaidah formal seni rupa, kemudian berlanjut ke STSI (sekarang ISI) Denpasar.
Pengalaman mengenyam pendidikan formal seni rupa menjadi dasar dalam mengembangkan karakter ekspresi personalnya, sejak awal ia memiliki ketertarikan dengan langgam seni lukis abstrak berkarakter kubistik.
Sejak awal karya-karya Sadu telah menunjukkan kecenderungan yang kuat dalam membuat komposisi. Perkembangan karya-karyanya selanjutnya semakin menunjukkan keberaniannya dalam memainkan komposisi yang asimetris serta pilihan warna yang monokromatik.
Sadu begitu piawai memainkan kontras antara komposisi goresan-goresan warna yang berada dalam bentuk atau figur dengan warna latar belakang putih merata (flat), tanpa mempertegas bentuk dengan kontur garis (outline). Hal itu menandakan pendekatan artistiknya memang berada dalam radius tradisi seni lukis (lukisan).
Pengalamannya yang melawat ke Eropa dan Jepang kemungkinan besar memberikan inspirasi visual yang memberikan pengayaan penguatan pada pencapaian estetika dalam karya-karyanya.
Dalam karya-karyanya selalu tersisip konten muatan tematik, ia tidak membiarkan eksplorasinya hanya berhenti pada pencapaian artistik.
“Sampai saat ini karya saya tidak pernah menjadi total abstrak dan formalis,” demikian terangnya.
Tema-tema karyanya, dijelaskan tidak jauh dari kehidupan dunia kesehariannya, berasal dari kebiasaan sehari-hari, kehidupan berkeluarga, binatang, hubungan masyarakat. Lahir di desa Sayan sebelah barat Ubud bertetangga dengan Penestanan, ia menyaksikan perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Perubahan dari kehidupan masyarakat yang agraris homogen, perlahan menjadi semakin heterogen, awalnya mereka hanya berinteraksi antar desa masyarakat dan desa tetangga, namun kemudian mulai berinteraksi dengan orang luar negeri.
Ia menyaksikan desanya yang dulunya sangat bersahaja dengan kehidupan agraris, kemudian menjelma menjadi desa global dalam balutan pariwisata budaya.
Bagi Sadu karya-karyanya adalah wahana bagi penjelajahan pikiran dan perasaannya, menciptakan dengan komposisi warna-warna yang kontras seperti hijau bertemu jingga dan ditimpa dengan hitam.
Emosi tercurah dalam goresan rol-rol warna cat minyak yang menyisakan jejak riak-riak tekstur, serasa terdengar gemericik suara rol ketika digerakkan dengan spontan dan kuat. Ketika menggoreskan beberapa warna dalam imajinasinya telah muncul diorama bentuk, namun tidak buru-buru langsung diwujudkan dengan goresan bentuk.
Ia membiarkan imajinya kembali bergelayut dalam gerakan-gerakan kinestetik, menimpa lapisan demi lapisan warna cat minyak mulai bercampur membentuk komposisi dari yang berwarna gelap atau lebih muda.
Hingga tiba di titik dimana lapisan-lapisan warna telah dirasa cukup kuat mewakili keseluruhan komposisi, baru kemudian ia akan menegaskan sosok bentuk-bentuk yang telah terbayang sesuai tema yang ingin dihadirkan.
Karya-karya periode ini ditandai dengan pola-pola komposisi warna-warna kontras seperti warna dengan hijau merah, jingga, kuning dan putih. Kontras yang hadir masih menampilkan komposisi yang selaras dalam intensitas rona, kontras yang masih dapat dirasakan harmoni.
Aspek yang cukup dominan pada setiap karya adalah kehadiran warna hitam, hadir sebagai blok-blok warna menjadi noktah yang memainkan peran komposisi, atau sebagai kontur garis-garis dinamis yang penuh spontanitas.
Posisi garis menjadi vital dalam menghadirkan objek dan figur, terlihat intensitas yang berbeda dibandingkan dengan karya-karyanya sebelumnya yang tidak memanfaatkan kontur garis hitam.
Sadu menempatkan overlapping (tumpang overlap) antara komposisi warna dan tekstur dengan karakteristik bentuk keduanya sama-sama memainkan peran sentral sebagai medium untuk mengungkapkan narasi. ***
Ambara-Adi Tegaskan Komitmen Kesehatan Berkualitas di Denpasar
Balitopik.com - Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Denpasar nomor urut 1, Gede Ngurah Ambara Putra-I Nengah Yasa...
Read more