Balitopik.com, BALI – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar sosialisasi bertajuk “Penanganan Korban Terorisme Masa Lalu” di Prime Plaza Hotel, Denpasar, Kamis (17/7).
Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu (2002–2005) hingga 22 Juni 2028, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103/PUU-XXI/2023.
Ketua LPSK Ahmadi menekankan pentingnya sosialisasi ini, mengingat masih banyak hak-hak korban yang belum terpenuhi.
“Terorisme merupakan tindak pidana yang meninggalkan dampak panjang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga dari sisi psikologis, sosial, dan ekonomi. Di sinilah peran LPSK hadir untuk memastikan korban memperoleh hak mereka,” ujar Achmadi saat ditemui di prime plaza hotel sanur kamis, 17/7/2025.
Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, negara membuka ruang progresif untuk memberikan kompensasi, bantuan medis, serta rehabilitasi psikologis dan psikososial bagi korban terorisme masa lalu.
Sejak 2016 hingga 2024, LPSK mencatat telah menyalurkan kompensasi lebih dari Rp113 miliar kepada 785 orang korban, baik melalui jalur pengadilan (213 orang) maupun mekanisme non-pengadilan (572 orang).
Namun demikian, LPSK menyadari masih ada korban yang belum sempat mengakses haknya karena adanya batas waktu pengajuan selama tiga tahun sebagaimana diatur dalam undang-undang. Berkat perjuangan para penyintas dan pendamping hukum, pembatasan waktu tersebut akhirnya diuji secara konstitusional.
Pada 2023, Mahkamah Konstitusi memutuskan perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi hingga 22 Juni 2028, sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 103/PUU-XXI/2023.
“Putusan ini menjadi momentum penting. Ini bukan hanya membuka ruang keadilan, tetapi juga menunjukkan kepedulian negara terhadap hak-hak korban yang belum terpenuhi,” tegasnya.
Ketua komisi XIII DPR-RI Wili Aditia turut hadir dalam acara ini. Willy Aditya, mengapresiasi langkah LPSK dan BNPT yang aktif melakukan sosialisasi langsung ke daerah, termasuk Bali. Ia menilai kegiatan ini sebagai bukti nyata kehadiran negara dalam mendampingi korban terorisme.
“Semua harus kolaboratif. Negara hadir bukan hanya lewat regulasi, tapi juga lewat tindakan nyata,” ujarnya.
Willy juga mendorong pemanfaatan teknologi dan media sosial seperti TikTok dan Instagram untuk menjangkau lebih banyak masyarakat. Ia mengajak semua pihak menjadikan forum ini sebagai ruang diskusi dua arah demi perbaikan layanan bagi korban ke depan. (*)