Balitopik.com – Panitia The People’s Water Forum (PWF) bersama Koalisi Bantuan Hukum Bali untuk Demokrasi mempolisikan atau melaporkan sejumlah dugaan tindak pidana yang dilakukan sekelompok ormas dalam pelaksanaan The People’s Water Forum, pada 20 – 23 Mei 2024 di Hotel Oranjje Denpasar.
Represi ormas dilakukan dengan menutup akses keluar masuk lokasi sehingga undangan tidak dapat masuk dan orang-orang di lokasi terisolasi, menghalangi peliputan jurnalis, perampasan 4 (empat) karya seni dan atribut kegiatan, serta pengeroyokan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rezky Pratiwi mengatakan, melalui laporan itu panitia dan tim hukum mendesak agar penegakan hukum segera dilakukan termasuk pengusutan keterlibatan pejabat atau aparat dalam memobilisasi ormas, Satpol PP, dan kelompok lainnya di lokasi.
Sekaligus sebagai upaya untuk menjamin pemenuhan hak konstitusional masyarakat serta memberikan efek jera agar di masa yang akan datang tidak ada lagi tindakan-tindakan anti demokrasi dan premanisme yang dilakukan.
“Setidaknya terdapat 3 (tiga) tindak pidana yang dilaporkan diantaranya dugaan perampasan kemerdekaan, pencurian dengan kekerasan, serta kekerasan terhadap orang secara bersama-sama yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ucapnya, Selasa (28/5/2024).
Menurut, Pratiwi, represi dalam kegiatan PWF yang merupakan forum kritis rakyat atas World Water Forum (WWF) adalah pelanggaran hak asasi manusia yang menambah catatan buruk atas situasi demokrasi Indonesia.
Bahwa sebelum tanggal kegiatan, Panitia PWF juga telah menerima intimidasi oleh pihak intel kepolisian dan TNI, serta pembatalan tempat kegiatan awal di ISI Denpasar atas permintaan pihak Kemendikbudristek.
Tidak hanya itu, berdasarkan catatan tindakan semacam ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, tindakan Represi dan premanisme juga terjadi pada event-event internasional sebelumnya. Tercatat pada tahun 2018 dalam acara tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (WB-IMF) di Bali, aksi doa bersama secara massal di Renon, dibubarkan aparat kepolisian.
Selanjutnya pada 2022 sejumlah kegiatan masyarakat sipil mengalami serangkaian pembungkaman di tengah KTT G20 di Bali.
“Akibat represi dalam kegiatan PWF, agenda yang direncanakan sebelumnya tidak dapat berjalan, sejumlah peserta termasuk perempuan dan lansia mengalami keluhan kesehatan karena diisolasi selama beberapa hari, panitia mengalami luka akibat kontak fisik dengan massa ormas, serta kerugian materil atas dirampasnya 4 buah karya seni,” imbuh Pratiwi.
Berdasarkan uraian di atas, Panitia PWF dan Koalisi Bantuan Hukum untuk Demokrasi mendesak agar:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal ini Polda Bali segera melakukan penegakan hukum yang komprehensif atas sejumlah tindak pidana kepada Panitia dan Peserta PWF 2024, termasuk mengusut keterlibatan pejabat dan/atau aparat dalam memobilisasi pembubaran dan kekerasan;
2. Komnas HAM segera melakukan pengusutan mengenai mobilisasi massa represif yang diduga dilakukan oleh pejabat dan/atau aparat pemerintah di PWF 2024;
3. Mendesak agar Pemerintah Republik Indonesia menjamin dan memenuhi hak konstitusional warga negara untuk dapat melakukan kritik tanpa ada pembungkaman dan intimidasi. (*)
Ambara-Adi Tegaskan Komitmen Kesehatan Berkualitas di Denpasar
Balitopik.com - Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Denpasar nomor urut 1, Gede Ngurah Ambara Putra-I Nengah Yasa...
Read more