Balitopik.com – Kementerian Perindustrian mendorong pembelian produk industri dalam negeri untuk mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional (PEN).
Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo kepada kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, maupun BUMN atau BUMD untuk terus meningkatkan penggunaan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasanya.
Direktur Falken UPVC Syamsunar, mengatakan dirinya selaku pelaku industri dalam negeri sangat berterima kasih kepada Menteri Perindustrian yang terus mendorong produktivitas dan peningkatan daya saing dengan terus menggalakkan pembelian produk dalam negeri khususnya yang sudah memiliki TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
“Selaku pelaku industri dan pelaku usaha, Syamsunar juga mengapresiasi Kementerian PUPR , yang punya komitmen tinggi khususnya dalam penggunaan produk Dalam Negeri.
apa yang dilakukan Kementerian PUPR bisa menjadi contoh dalam penyerapan pembelian produk dalam negeri,” ujarnya.
Meski begitu, Syamsunar berharap perlunya kontinuitas serta monitoring dari pemerintah terhadap pelaku “industri nakal”, yang memanfaatkan TKDN sebatas formalitas, karena untuk memiliki nilai TKDN tinggi salah satu syaratnya harus memakai bahan baku yang berasal dari industri dalam negeri.
Masalahnya, kata dia, yang terjadi di lapangan, apakah industri – industri yang sudah dibela pemerintah ini tetap berkomitmen membeli atau memakai bahan baku dari dalam negeri ?
Berikutnya, apakah para pelaku industri yg sudah memiliki Sertifikat TKDN juga melakukan proses produksi di dalam negeri?, tanya Syamsunar.
TKDN ini hadir sebagai wujud nyata dari NASIONALISME PRODUK, industri yang bersertifikasi TKDN hendaknya konsisten dan punya komitmen terhadap keinginan pemerintah meningkatkan produktivitas dan daya saing yang tinggi.
“Awalnya membeli bahan baku produk dalam negeri namun setelah mengantongi sertifikat TKDN bahan baku yang digunakan kembali lagi ke bahan baku impor, atau awalnya produknya diproduksi di Dalam Negeri tapi di perjalanan tetap saja kembali mengimpor produk impor yang sudah jadi, yang kemudian di cap merek atau label produk lokal yang bersertifikat TKDN.”
“Efek jangka panjangnya industri dalam Negeri akan rontok juga, baik itu di Industri Hulu hingga di industri hilir, karena itu, Pengawasan dan Monitoring terhadap Industri yang telah mengantongi Sertifikat TKDN sangat penting juga, mengingat persaingan industri dewasa ini sangat tinggi khususnya menghadapi banjirnya barang impor dari China,” imbuhnya.
Kemudian, harap Syamsunar, sosialisasi khususnya di pemerintah daerah baik tingkat I maupun II dalam belanja produk dalam negeri yang telah ber- TKDN rasanya perlu ditingkatkan, kalau perlu ada sanksi yang tegas bila barang di dalam negeri tersedia tapi masih memakai produk Impor.
“kami berharap perlunya penguatan dalam bentuk regulasi khususnya terhadap sistem pembayaran dari main kontraktor ke subkontraktor. Dalam hal ini, posisi pelaku industri kecil dan menengah adalah subkontraktor yang mati hidupnya bergantung pada pembayaran yang tidak terlalu lama dan terbayar, karena terbatasnya modal kerja,” tandasnya. ***