Balitopik.com – Pernyataan keras disampaikan Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Jurnalis (PENA) NTT Bali Emanuel Dewata Oja soal Geotermal Flores. Dalam obrolan di Sekretariat PENA NTT Bali, Rabu (4/6/2025) dengan sejumlah awak media, wartawan senior ini mengatakan bahwa dirinya sudah mengikuti seluruh perkembangan soal Geotermal Flores baik melalui pemberitaan di berbagai media dan juga hasil diskusi dengan beberapa relawan dan praktisi.
Bahkan, informasi terakhir disampaikan langsung oleh perwakilan masyarakat pernah bertemu dengan KfW Jerman di Kemah Tabor Mataloko. “Dari seluruh informasi yang serap selama ini maka saya harus menyampaikan beberapa pokok pikiran yang bisa ditindaklanjuti oleh pihak terkait, baik pemerintah setempat, para aktifis lingkungan hidup, dan juga pimpinan gereja setempat,” katanya.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah segera pidanakan pihak yang menggali atau membor geotermal di Mataloko dan beberapa titik lainnya.
“Fakta hukum sudah ada. Warga mencium bau gas. Itu artinya gas yang sebelumnya ada di perut bumi, dikeluarkan dan naik ke permukaan dan ini bisa berbahaya bagi manusia. Fakta lain adalah tanaman layu, produktifitas menurun, rumah warga yang beratap seng keropos akibat korosi, warga cium bau belerang dan seterusnya. Ini adalah fakta hukum sehingga penggali atau pihak manapun yang melakukannya harus dipidana. Warga harus melakukan proses hukum. Memidanakan pelaku penggali Geotermal di Mataloko menjadi rujukan agar eksplorasi di titik lainnya akan berhenti. Sebab baru eksplorasi saja sudah merusak banyak hal,” lanjut dia.
Bahwa pidana harus dilakukan agar hakim bisa melakukan putusan sela sehingga untuk sementara tidak ada lagi aktivitas penggalian dan sejenisnya.
Kedua, berbicara soal Flores pasca ditetapkan sebagai Pulau Geotermal tahun 2017 lalu harus disyukuri. Ini kekayaan alam yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Namun yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di NTT sekarang ini adalah perkuat sumber daya manusia untuk menguasai teknologi Geotermal.
“Persoalan yang ada sekarang, mau eksplorasi Geotermal tetapi teknologi yang digunakan tidak ada. Kalau dalam kaca mata awam, eksplorasi Geotermal yang dilakukan di Mataloko, dan juga di beberapa titik lainnya, menggunakan teknologi yang sangat minim, kasarnya seperti orang gali pakai linggis. Makanya dampaknya merusak lingkungan, lumpur keluar, bau gas dan belerang, atap seng keropos, tanaman mati dan sebagainya. Teknologi Geotermal belum siap. Makanya saya tegas minta agar stop seluruh eksplorasi Geotermal di Flores lebih khusus lagi di Mataloko dan Pocoleok,” ujarnya.
Pria yang lebih dikenal dengan panggilan Edo itu meminta agar teknologi yang pantas menjadi rujukan adalah Amerika dan New Zealand. Dua negara ini adalah negara yang sukses menggunakan geotermal. “Kenapa kita tidak belajar kesana. Ini catatan buat pemerintah pusat dan daerah,” kata Edo.
Ketiga, soal modal dan investasi. Disebut sebagai pulau Geotermal di Flores ini harus menjadi potensi dan propek yang besar untuk Flores dan NTT umumnya. Ini sumber daya yang luar biasa. Namun butuh investasi yang besar dan dalam jangka waktu yang lama.
“Jangan sekarang digali. Kenapa tidak belajar dulu teknologinya, kirim anak-anak NTT khususnya dan Indonesia umumnya untuk belajar ke New Zealand dan Amerika, bagaimana eksplorasi Geotermal tidak merusak lingkungan, tidak merusak tatanan sosial budaya setempat, sehingga tidak ada dampak yang ditimbulkan. Sesuatu yang dilakukan terburu-buru akan merugikan banyak hal. Makanya saya minta stop dulu eksplorasi Geotermal di Flores,” tandasnya.