Balitopik.com – Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Bali di Tingkat Provinsi Bali pada Pilkada Tahun 2024 telah dilaksanakan di Jimbaran Bay Resort, Badung, Minggu (8/12/2024).
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka ini, paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor 2, Dr. Wayan Koster-I Nyoman Giri Prasta S.Sos (Koster-Giri) unggul di seluruh kabupaten/kota di Bali dengan memperoleh sebanyak 1.413.604 suara.
Sedangkan paslon nomor 1, Made Muliawan Arya (De Gadjah)-Putu Agus Suradnyana (PAS) yang dikenal Paslon Mulia-PAS memperoleh sebanyak 886.251 suara.
Saksi pasangan calon Mulia-PAS dan Koster-Giri menandatangani berita acara sebagai wujud menerima hasil rekapitulasi Pilkada Bali oleh KPUD Bali tersebut.
Namun demikian, saksi pasangan 01, Mulia-PAS memberi catatan kritis terhadap kinerja KPUD Bali dalam Pilkada Bali tahun 2024.
Ketua Badan Saksi Paslon 01, Luh De Ariwardana mengatakan pihaknya menerima hasil rekapitulasi tersebut namun dengan catatan sebagai bahan evaluasi bagi KPUD Bali. Terutama soal tingginya angka golput yang mencapai 30 persen.
“Catatan kami terutama terhadap rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada (Bali) ini dan itu akan bermuara kepada pemimpin yang dihasilkan, legitimasinya perlu dipertanyakan karena tingkat golput cukup tinggi, lebih dari 30 persen,” ucap Luh De.
Lu De menyampaikan sekiranya ada 5 catatan khusus dari pihaknya terhadap KPUD. Catatan itu dibacakan oleh Anggota KPU Bali I Gede John Darmawan dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pilgub Bali. Diantaranya:
1. Dalam Pilgub Bali 2024 angka Golput 30,13 persen. Hal ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih masyarakat Bali sekaligus potret gagalnya penyelenggara pemilu dalam sosialisasi dan edukasi pemilih serta legitimasi pimpinan Bali yang dihasilkan perlu dipertanyakan.
2. Pendistribusian C6 sebagai bentuk undangan pemilih untuk menggunakan hak pilih ke TPS belum terdistribusi secara maksimal, terbukti masih banyaknya pemilih yang tidak mendapatkan C6, sehingga pemilih tidak datang ke TPS. Di samping itu, ada cabe dalam C6 yang ditentukan waktu datang ke TPS sehingga pemilih tidak bisa datang di waktu yang telah ditentukan oleh petugas KPPS.
3. Penyelenggara pemilu kurang optimal dalam sosialisasi, memberikan solusi atau alternatif jika pemilih tidak mendapat C6 dengan berbagai kondisi.
4. Bahwa ada indikasi pembiaran oleh penyelenggara pemilu terhadap intervensi, intimidasi serta ancaman terhadap pemilih oleh oknum aparat desa adat, desa dinas yang mencederai demokrasi.
5. Bahwa dalam hal menuliskan formulir kejadian khusus atau keberatan yang merupakan hak dari saksi paslon tidak semua dipahami oleh penyelenggara pemilu di lapangan, terbukti dengan tidak mudahnya untuk mendapatkan formulir tersebut, tidak ditandatangani penyelenggaraan pemilu setempat hingga aksi pengrusakan.
Terkait catatan khusus tersebut, Luh De berharap dapat dijadikan bahan evaluasi oleh KPUD Bali untuk Pilkada Bali selanjutnya.
“Iya itu termasuk poin catatan khusus kami karena itu adalah kodrat di lapangan tentunya kami sebagai saksi itu berkewajiban memberikan catatan khusus, dalam bentuk kritik. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan jadi bahan evaluasi untuk demokrasi ke depan,” tandasnya. (*)