Balitopik.com – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan penegak hukum harus minta pertanggungjawaban anggota DPR yang memiliki perusahaan yang mengelola anggaran negara dan terbukti korupsi.
Boyamin Saiman menjelaskan tugas DPR adalah mengawasi, maka sesuai undang-undang dilarang keras seorang anggota DPR memiliki perusahaan yang mengelola anggaran negara. Apalagi kalau perusahaan tersebut terbukti melakukan korupsi maka DPR itu harus diselidiki dan bertanggung jawab.
“Dalam wewenang sebagai DPR adalah mengawasi, maka termasuk salah satunya ada larangan untuk menjadi komisaris di perusahaan-perusahaan yang pendanaannya dari APBN maupun APBD atau dari negara. Artinya apa, supaya tidak terlibat konflik kepentingan, maka tugas DPR adalah mengawasi, termasuk mengawasi jangan sampai anggaran negara di korupsi,” katanya saat dikonfirmasi media ini, Jumat (20/6/2025).
Ia mendesak KPK dan Kejaksaan Agung agar apabila ada anggota DPR yang terbukti memiliki perusahaan dan mengelola anggaran negara, lalu terbukti korupsi, maka anggota DPR tersebut harus dimintai tanggung jawab.
Sebab, DPR yang menjadi komisaris di suatu perusahaan dan mengelola dana negara sangat rentan konflik kepentingan. Itu baru soal rangkap jabatan, apalagi kalau perusahan yang dimiliki anggota DPR tersebut terlibat korupsi dan negara, harus ditetapkan sebagai tersangka.
“Semestinya diselidiki oleh KPK maupun Kejaksaan Agung apakah yang bersangkutan bisa dimintai pertanggungjawaban tentunya dengan alat bukti yang cukup, minimal 2 alat bukti. Bahwa kalau alat buktinya cukup ya ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke pengadilan, itu berlaku bagi siapapun. Apalagi sudah ada temuan BPK misalnya ada dugaan korupsi,” ujarnya.
“Jadi prinsipnya siapapun termasuk Anggota DPR manapun kalau diduga menyalahgunakan kewenangannya yah harus dimintai keterangan apalagi ada putusan pengadilan yang menyatakan dalam kasus pokoknya sudah dinyatakan korupsi. Nah kalau ada dugaan ada anggota DPR yang melakukan atau memiliki perusahaan-perusahaan yang menerima keuntungan itu ya mestinya dimintai pertanggungjawaban,” tandasnya.
Sebelumnya, seorang pegiat antikorupsi asal Buleleng, Bali, Gede Angastia alias Anggas telah melaporkan anggota DPR RI asal Bali Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan Kejaksaan Agung karena rangkap jabatan sebagai komisaris di PT Energi Kita Indonesia (EKI), sebuah perusahaan pipa yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk mengelola dana alat pelindung diri (APD) Covid 19 dengan anggaran negara sebesar Rp 3,3 triliun.
Berdasarkan akta perusahaan, Demer tercatat sebagai komisaris PT EKI pada Maret 2020. Ditangan Demer perusahaan ini ditunjuk Kementerian Kesehatan untuk kelola dana APD Covid 19 dengan nilai fantastis. Belakangan, PT EKI ini terlibat korupsi dana alat pelindung diri (APD) Covid 19 senilai Rp 319 miliar.
Dalam kasus korupsi dana APD Covid 19 ini 3 orang telah dijatuhkan hukuman penjara. Mereka adalah mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes, Budi Sylvana; Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo; dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.
Dalam laporannya itu, Anggas meminta Demer harus diperiksa kembali karena ia menduga kuat ada keterlibatan Demer dalam penunjukan PT EKI sebagai pengelola dana APD Covid 19 itu.
Bahwa meski hanya 3 bulan Demer menjadi Komisaris di PT EKI, akan tetapi penunjukan langsung oleh Kementerian Kesehatan kepada PT EKI itu saat Demer jadi Komisaris.
“Yang saya laporkan adalah rangkap jabatannya ini, yang mana jelas dilarang oleh undang-undang nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236. Saya pertanyakan itu kepada pihak penegak hukum, apakah itu ditanyakan saat (Demer) diperiksa oleh KPK atau tidak,” kata Anggas ditemui media, Selasa (17/6), lalu.
Anggas berharap pihak penegak hukum bertindak tegas, mengingat perusahaan yang pernah dipimpin Demer dan langsung mendapat proyek dari Kementerian Kesehatan itu melakukan korupsi dana APD Covid 19 saat masyarakat Indonesia sedang menderita akibat pandemi Covid 19. Karena itu siapapun yang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung harus diperiksa.
“Ini harus digali, siapa aktor intelektualnya, kenapa PT EKI ini langsung ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan meskipun PT EKI ini perusahaan pipa. Patut diduga bahwa ada intervensi atau element of interest di sana. Ini harus dibongkar secara terang benderang,” tandasnya. (*)