Balitopik.com, BALI – Gubernur Bali Wayan Koster menjawab pandangan fraksi-fraksi DPRD Bali tentang sejumlah poin yang tertuang dalam Raperda Bali yang sedang digodok. Salah satunya tentang Nominee.
Jawaban ini disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 di Kantor Gubernur Bali, Senin (22/12/2025).
“Saya rangkum penjelasan dan jawaban atas pandangan umum seluruh fraksi terhadap Raperda tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee,” ujar Koster.
Berikut 11 poin jawaban Gubernur Bali Wayan Koster terhadap pandangan fraksi-fraksi DPRD Bali tentang Nominee;
- Penyusunan Ranperda tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee yang mengatur beberapa materi pokok seperti pengaturan lahan produktif dan pengendalian lahan produktif serta pengaturan larangan alih fungsi lahan produktif dan kepemilikan lahan secara nominee merupakan wujud nyata upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam menempatkan pelestarian ruang hidup serta pelindungan masyarakat lokal sebagai fondasi utama Pembangunan Bali ke depan.
- Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali untuk mengatur Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee mengacu pada ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang didasarkan pada prinsip desentralisasi.
- Raperda ini disusun tidak hanya dalam upaya untuk mencegah alih fungsi lahan produktif yang dilakukan dengan atau tanpa perjanjian nominee, 13 namun juga berupaya melindungi tanah di Provinsi Bali dari penguasaan WNA melalui praktik nominee yang menyimpang dari semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengandung prinsip fundamental hukum perjanjian yang menjadi dasar asas kebebasan berkontrak atau yang dikenal dengan asas pacta sunt servanda. Akan tetapi terdapat poin penting yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut dapat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yaitu harus sesuai dengan asas-asas sahnya suatu perjanjian, termasuk perjanjian terkait penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh WNA melalui perjanjian nominee tidak sesuai dengan asas nasionalitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Larangan alih kepemilikan lahan secara nominee tidak terkait langsung dengan tugas-tugas BPN. 14 Pada umumnya perjanjian nominee dibuat di notaris. Perda tentang larangan ini berlaku bagi pejabat, lembaga, instansi yang memfasilitasi perjanjian kepemilikan lahan secara nominee oleh WNA.
- Ranperda ini bertujuan untuk melindungi lahan produktif serta mencegah seluruh praktik pengalihan hak milik atas tanah secara Nominee oleh WNA tanpa membedakan status lahan tersebut. Pelindungan terhadap lahan produktif dimaksudkan untuk memastikan terwujudnya kedaulatan pangan.
- Larangan alih kepemilikan lahan secara nominee dalam Raperda ini hanya berlaku untuk WNA.
- Terkait inkonsistensi dalam penggunaan istilah Pemilikan, Pengalihan dan Penguasaan pada Naskah Akademis Raperda akan dilakukan perbaikan/penyesuaian kembali agar tidak menimbulkan tafsir yang berbeda (multitafsir).
- LP2B sudah diatur dalam RDTR yang menjadi acuan dalam penerbitan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) melalui OSS. Karena itu Raperda ini tidak perlu mengatur tentang integrasi LP2B ke sistem OSS.
- Tata cara pemberian insentif dan disinsentif akan diatur dalam Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah.
- Pembinaan dilakukan dalam bentuk langkah/kegiatan meliputi koordinasi; sosialisasi; bimbingan, supervisi, dan konsultasi; pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; penyebarluasan informasi Lahan Produktif Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura; dan Tanaman Perkebunan dan/atau peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. Pengawasan yang dilakukan berupa kegiatan pemantauan dan evaluasi serta pelaporan. (*)

















