Balitopik.com, DENPASAR – Setelah menggelar pameran Mutualisme pada Agustus 2025 lalu, Lie Ping Ping kembali menggelar pameran terbarunya. Pameran tunggalnya kali ini mengangkat judul Beladjar Kentjing (ejaan lama).
Pameran yang digelar di Warung BK yang terletak di jalan Kenyeri, Denpasar ini berlangsung hingga 14 Januari 2026 mendatang.
Ping Ping menyebut, pemilihan judul Beladjar Kentjing terinspirasi dari kalimat sindiran dimana orang yang kencingnya belum lurus biasanya merujuk pada orang yang tidak tahu apa-apa, masih anak-anak.
“Sebuah sindiran kepada orang yang secara umur biologis telah dewasa tetapi mentalnya masih kanak-kanak,” kata Ping Ping di Denpasar, Senin (22/12/2025).
Lanjut dia, judul ini juga dimaksudkan untuk memantik respon berbeda para audiens atau penikmat karyanya. Pemuda bernama asli Adhe Kurniawan ini menyadari betul bahwa judul pameran itu memiliki diksi yang cukup jorok. Apalagi lokasi pamerannya sendiri digelar di sebuah tempat makan.
Namun tujuannya untuk menimbulkan perspektif yang beragam dari para penikmat seni malah terwujud.
”Ada yang menilai makna judul ini adalah sindiran pedas bahwa jika kencing saja mesti belajar, brarti orag itu sangat bodoh. Ada juga yang menyebut jika judul ini dirasa merujuk ke makna yang lebih dalam yaitu sekalipun buang air kecil bersifat alamiah tapi itu perlu dikendalikan agar tidak belepotan atau mengotori lingkungan, jadi judul ini dianggap ajang introspeksi ke dalam diri,” ungkap pemuda kelahiran 1989 ini.
Pada pameran yang berlangsung hingga 14 Januari 2026 itu, alumni ISI Bali ini memamerkan 13 karya dengan beragam ukuran, mulai dari 40cm x 30cm sampai yang paling besar 1m x 1m.
Ping Ping menyebut bahwa pameran ini berarti sangat dalam bagi perjalanannya sebagai seorang seniman. Menurut dia, lokasi pameran yang digelar di tempat makan merupakan bentuk perlawanan atau sindiran.
”Nah, saya mencoba membuka ruang-ruang kemungkinan bahwa pameran itu bisa kok dimana saja, tidak harus di tempat yang dindingnya putih bersih. Karena bagi saya karya seni membawa nilainya sendiri. Seperti emas yang dilemparkan ke kotoran, tetap saja sejatinya emas itu adalah emas,” pungkasnya.

















