Balitopik.com – Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar Bali yang semula dijadwalkan pada 23 Mei 2025 memunculkan berbagai spekulasi yang hingga kini masih misteri. Meski alasan resmi dari DPD Golkar Bali menyebutkan bahwa penundaan ini semata karena Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia berhalangan hadir, suara-suara kritis mulai muncul dari kalangan aktivis dan pengamat politik.
Sebelumnya, Ketua Steering Committee (SC) Musda XI Golkar Bali, Dewa Made Suamba Negara menegaskan bahwa pembatalan agenda Musda bukanlah karena alasan politis. “Penundaan ini semata-mata karena sebagaimana yang sudah dikomitmenkan bahwa pelaksanaan Musda di seluruh Indonesia, beliau [Ketua Umum] berkeinginan untuk bisa hadir di 38 provinsi,” kata Dewa Suamba di Kantor DPD Golkar Bali, Rabu (21/5/2025).
Pernyataan tersebut tentu saja mendapat respons tajam dari kalangan pegiat dan aktivis mahasiswa. Abdul Mutalib Yamco, salah satu aktivis yang dikenal vokal dalam mengkritisi dinamika politik di Bali, menyampaikan analisis yang mengindikasikan ada kepentingan terselubung di balik penundaan Musda tersebut.
Menurut Mutalib, penundaan ini tak bisa dilepaskan dari potensi ancaman kasus hukum yang diduga menyeret nama salah satu tokoh Golkar Bali, Gde Sumarjaya Linggih (GSL). “Dalam waktu dekat, ada kekhawatiran masalah hukum akan berproses, seperti laporan ke Kejagung dan KPK. Jika itu berjalan, maka dikhawatirkan akan menjadi beban besar bagi Partai Golkar,” kata Mutalib.
Ia menyebut, Gde Sumarjaya Linggih (GSL) yang tercatat sebagai komisaris PT EKI, terlibat dalam proyek APBN yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp319 miliar berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP, Pelanggaran UU Korupsi Nepotisme Kolusi No.17 tahun 2014 padal 236 huruf 2.
Selain itu, Mutalib juga menyoroti cara-cara manipulatif yang diduga digunakan untuk mempengaruhi DPD Kabupaten/Kota. “Selama ini, DPD kabupaten/kota yang sebagian besar adalah anggota DPRD aktif ditekan dengan dalih bahwa ini adalah perintah dari DPP. Padahal, kenyataannya tidak demikian,” ungkapnya.
Kekhawatiran juga mencuat dari kader-kader internal partai yang menilai Musda Golkar Bali berpotensi disetir untuk tujuan memperkuat dinasti politik.
“Beberapa kader yang loyal kepada partai sangat khawatir jika tujuan merebut posisi Ketua DPD Golkar Bali semata untuk mengamankan keluarga, seperti anaknya yang kini Ketua Komisi II DPRD Bali dan iparnya yang menjabat Wakil Ketua DPRD Bali. Ini akan menutup peluang bagi kader-kader potensial lainnya,” sentil Mutalib.
Adanya berbagai dugaan yang menyeruak, publik kini menanti kejelasan dari DPP Golkar terkait jadwal baru Musda Bali sekaligus pembuktian bahwa partai berlambang pohon beringin ini tetap memegang teguh prinsip keterbukaan dalam karya kekaryaan. (*)