Balitopik.com – Mulia-PAS, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Made Muliawan Arya alias De Gadjah dan Putu Agus Suradnyana (PAS) menemui Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau biasa disapa Cok Ace di Puri Saren Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Jumat, (4/10/2024), siang.
Pertemuan itu dalam rangka memohon restu dari Cok Ace atas pencalonan Mulia-PAS di pilgub Bali 2024. Selain Cok Ace hadir juga dalam pertemuan itu Tjokorda Gde Putra Sukawati (Kakak kandung Cok Ace) dan Tjokorda Gde Raka Sukawati (Adik kandung Cok Ace).
“Sangat hangat dan luar biasa (sambutan Cok Ace, red) selayaknya keluarga. Kita makan di dapur selayaknya keluarga. Jadi sudah artinya direstui oleh alam dan direstui oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” ucap De Gadjah diwawancarai usai pertemuan tersebut.
De Gadjah menggambarkan susana pertemuan yang tanpa canggung. Penuh akrab dan keceriaan. Hal tersebut disebutnya sebagai sebuah hubungan yang ikhlas. Sudah seperti keluarga, ayah dan anak.
“Itu artinya persaudaraan yang no drama. Jadi bisa tertawa lepas,” ungkap calon gubernur milenial berusia 43 tahun itu.
Sementara, Putu Agus Suradnyana dirinya sudah mengenal dekat dengan Cok Ace sejak menjadi mahasiswa Cok Ace di Teknik Arsitektur Universitas Udayana beberapa tahun lalu.
“Kebetulan Cok Ace adalah dosen saya di Teknik Arsitektur Universitas Udayana dulu. Beliau menitipkan kesepahaman cara pandang tentang bagaimana mempertahankan budaya dari konsep parahyangan, pawongan, dan palemahan (Tri Hita Karana, red).”
“Beliau sangat luar biasa. Dan menjadikan salah satu contoh bagaimana ke depan apa yang terjadi di Ubud (kemacetan dan permasalahan sosial lainnya, red) bisa diselesaikan sekaligus menjaga sera memfiltrasi nilai-nilai budaya luar agar tidak merusak budaya warisan nenek moyang kita. Ini penting karena nafas dari Ubud adalah budaya,” urai Putu Agus Suradnyana.
Dikatakan, masukan-masukan progresif Cok Ace, khususnya mengenai tata ruang terang Cok Ace akan diakomodasi dalam visi-misi Mulia-PAS.
“Ini penting bagi Mulia-PAS demi menjaga tata ruang Bali ke depan berbekal konsep-konsep yang diwariskan turun-temurun oleh para pendahulu kita, khususnya tentang konsep Tri Hita Karana, parahyangan, pawongan, dan palemahan,” jelas Putu Agus Suradnyana. (*)