Balitopik.com – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pemerintah daerah (Pemda) memiliki kewenangan untuk menolak pendirian organisasi kemasyarakatan (ormas), bahkan membubarkan meskipun keberadaan ormas dijamin oleh konstitusi.
“Pemerintah daerah kan berhak menolak sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” ujar Koster saat konferensi pers di Rumah Jabatan, Jayasabha, Senin (12/5/2025) pagi.
Koster mempertegas, Pemda berhak menolak jika pendirian Ormas justru membawa dampak buruk bagi daerah dan meresahkan masyarakat.
Apalagi kata Koster, daerah seperti Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia yang aman dan nyaman. Jika ormas-ormas anarkis diberi kebebasan, hal itu justru akan merusak citra pariwisata Bali di mata dunia.
SELESAI! Trias Politika Bali Tegas Basmi Ormas Premanisme
“Bali tidak membutuhkan kehadiran Ormas yang berkedok menjaga keamanan, ketertiban, dan sosial dengan tindakan premanisme, tindak kekerasan, dan intimidasi masyarakat,” tegasnya.
Dari sisi regulasi, Gubernur dua periode ini mengaku bahwa Ormas diakui oleh konstitusi dan secara khusus diatur dalam Undang-Undang 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016.
“Gubernur Bali sebagai Kepala Daerah, yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk tidak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Ormas, dengan pertimbangan kondisi di wilayah Provinsi Bali,” jelasnya.
18 Butir Pernyataan Resmi Bali Tolak Ormas Premanisme
Kewenangan untuk menolak keberadaan Ormas di Bali menurut Koster sesuai kebutuhan daerah. Ia menyebut mengenai keamanan dan ketertiban di Bali sudah ditangani oleh pihak Kepolisian dan TNI.
Selain itu menurutnya, Bali telah memiliki Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipandu Beradat) dan Bantuan Keamanan Desa Adat, terdiri dari unsur Pacalang, Linmas, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.
“Ini sudah diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali,” tegas Koster. (*)