Balitopik.com – Perlakuan tidak mnyenangkan terhadap salah seorang seorang jurnalis senior oleh Manajemen Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) membuka kedok Kura-Kura Bali yang berlokasi di Jl Kura-Kura Serangan, Denpasar Selatan itu.
Pengacara senior asal Serangan Siti Sapurah juga ikut buka suara. Wanita yang lebih dikenal dengan panggilan Ipung tersebut menegaskan, kasus yang dialami salah seorang wartawan senior sesungguhnya sudah sering terjadi di KEK itu. Hanya saja selama ini warga tidak protes atau mungkin karena tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
“Begitu kasus ini viral di media, banyak warga asli di Serangan buka mulut. Sebab mereka juga mengalami hal yang sama namun tidak tahu bagaimana cara mengatasinya,” ujarnya, Senin (16/12/2024) siang.
Menurut Ipung, warga di Serangan cering curhat ke dirinya bahwa ketika warga ingin ke Pura Tirta Arum yang lokasinya ada dalam kawasan KEK, Kura-Kura Bali, oleh petugas diperiksa, dimintakan KTP.
“Warga asli Serangan yang mau ke Pura Tirta Arum saja dimintain KTP, diperiksa juga. Padahal pura yang lokasinya paling ujung KEK itu memiliki sumber air tawar, dan diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit menurut kepercayaan Hindu Bali. Awalnya warga merasa biasa, tetapi lama kelamaan merasa tidak nyaman. Tapi kasihan mereka tidak bisa bicara,” ujarnya.
Ipung juga mengatakan, bukan hanya warga yang harus dimintain KTP. Warga juga curhat bawa hewan mereka seperti sapi, kambing yang masuk ke kawasan itu maka akan ditangkap petugas, dan pemiliknya diinterogasi dengan arogan dan ada banyak hewan yang tidak dikembalikan.
“Jumlah hewan yang sampai saat ini tidak dikembalikan itu sudah puluhan atau bahkan ratusan. Namanya hewan, dia kan kemana saja yang ada rumput. Ini malah diikat, pemiliknya diinterogasi. Karena takut mereka akhirnya membiarkan hewannya hilang begitu saja. Saya pernah meminta secara kemanusiaan kepada Polsek Denpasar Selatan agar berbicara dengan manajemen secara baik-baik biar hewan milik warga dikembalikan. Namun pihak Polsek Densel berdalih bahwa tidak ada laporan masuk dari warga,” ujarnya.
Dengan terjadi kasus ini maka warga sekarang mulai berani buka mulut untuk protes. Kasus ini berawal dari manajemen Kura-Kura Bali yang melakukan pemeriksaan ketat kepada seluruh warga yang akan memasuki Kawasan Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali, yang berlokasi di Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan.
Kejadian tersebut menimpa seorang jurnalis yang hendak meliput acara Tri Hita Karana Universal Reflection Journey pada 14 Desember 2024 lalu. Acara tersebut digelar di Three Mountains Kura-Kura Bali, Jl Kura-Kura Serangan, Denpasar Selatan. Untuk meliput acara tersebut, awak media harus masuk melalui pintu pengamanan paling depan..
Seorang wartawan media nasional Arnold mengaku dirinya disetop di depan pintu pemeriksaan oleh petugas atau security. Awalnya, sebelum palang pintu portal dibuka, petugas menanyakan identitas dan keperluan. Kepada petugas , jurnalis tersebut menjelaskan akan meliput acara Tri Hita Karana Universal Reflection Journey di Mountains Kura-Kura.
Namun para petugas masih terus interogasi dan memaksa harus memperlihatkan bukti undangan. Tidak ingin berdebat, jurnalis tersebut memperlihatkan undangan tertulis melalui PDF. Karena masih diinterogasi dan di belakangnya ada sebuah mobil yang hendak masuk, wartawan tersebut membuka pintu palang portal untuk memberi jalan kepada pengunjung berikutnya..
Walau sudah melewati palang portal, jurnalis tersebut diminta untuk parkir kendaraannya di pinggir dekat pos pemeriksaan. Seorang petugas bernama Umar menjelaskan bahwa Kura-Kura Bali itu bukan akses publik tetapi privat sehingga mereka harus memeriksa secara ketat.
“Disini tidak sama dengan ITDC di Nusa Dua. Disini bukan akses publik. Jadi kami harus periksa sesuai SOP tanpa kecuali kepada semua pengunjung,” ujarnya beralasan.
Setelah memberikan penjelasan, Umar terlihat menghubungi atasan melalui handtalk (HT). Terdengar dalam percakapan tersebut bahwa anggota di pos jaga sudah memeriksa identitas dan undangan resmi bahwa akan meliput acara di Kura-Kura. Untuk meyakinkan jurnalis, Umar memperdengarkan sendiri percakapan di HT. Dan dari seberang terdengar perintah bahwa “ditahan dulu karena belum ada arahan”. Akibat ditahan depan pos tanpa kejelasan, jurnalis tersebut memutuskan untuk meninggalkan pos pemeriksaan pintu Kura-Kura Bali. (*)