Balitopik.com – Sederet UMKM di pinggiran Pantai Serangan segera digusur. Hal itu tertulis dalam surat peringatan yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar.
Dalam surat itu para pemilik UMKM diminta segera membongkar bangunan atau akan diproses secara hukum.
Kepada Bali Topik, seorang masyarakat pemilik warung (yang sangat memohon agar namanya tidak disebutkan) tersebut mengatakan pihaknya tidak masalah jika ingin ditata, tapi tidak seharusnya digusur atau dibongkar bangunan yang sudah ada. Apalagi pihaknya tidak diberikan kompensasi akan direlokasi ke mana.
Dia bilang, saat ini yang membuat Pulau Serangan masih dikunjungi karena ada kuliner-kuliner itu, dari sana mereka dapat penghasilan. Jika itu dibongkar mereka tidak tahu harus kemana karena sebagian besar Pulau Serangan sudah dikuasai investor.
Jika Penguasa Pengusaha Berkoalisi Rakyat Kecil Isap Jempol. Apakah Ini Merupakan Bentuk Pengusiran Warga Serangan Secara Perlahan?
Bagaimana tidak, Pulau Serangan saat ini 90 persen bahkan lebih telah dikuasai oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali. PT BTID memiliki lahan seluas 498 hektar.
Termasuk ingin menguasai lautan karena PT BTID berencana akan membangun Marina untuk kapal-kapal tamu.
Kemana Warga Asli Serangan Mencari Mata Pencaharian?
Sebelumnya, Seorang warga asli Serangan yang berprofesi sebagai pengacara sekaligus aktivis perempuan dan anak, Siti Sapurah, alias Ipung memprediksi warga asli Serangan akan habis terusir 10 tahun yang akan datang.
Perkiraan itu bukan tanpa alasan, tetapi berdasarkan fakta kondisi warga Serangan yang makin hari makin terpinggirkan oleh mega proyek PT Bali Turtle Island Development (BTID). Ipung saat ini sangat getol mengkritik dugaan eksploitasi yang dilakukan PT BTID di Pulau Serangan.
“Lihat saja 5 sampai 10 tahun yang akan datang udah gak ada manusia di situ. Saya sudah bilang kepada warga di sana, 5 sampai 10 tahun lagi kalian udah gak ada di Pulau Serangan,” ujar Ipung.
Berikut isi surat peringatan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH), UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar kepada para pemilik UMKM di Serangan:
“Berdasarkan hasil patroli perlindungan hutan dan pengecekan lapangan di kawasan Tahura Ngurah Rai di Kelurahan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, dapat kami sampaikan kepada saudara sebagai berikut:
1. Bahwa ditemukan adanya bangunan kegiatan usaha warung makan/kuliner yang saudara buat dan kelola berada di dalam kawasan Tahura Ngurah Rai antara pal batas B/THR 86, B/THR 8g. B/THR Sh, B/THR 8i, B/THR 8j, B/THR 8k, B/THR 9 sampai dengan B/THR 10.
2. Pembangunan bangunan tersebut menyalahi peraturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 juncto Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang berdampak pada hukum pidana.
3. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, kami peringatkan kepada saudara untuk:
a. Tidak membangun bangunan usaha warung makan/kuliner di dalam areal kawasan Tahura Ngurah Rai di sekitar tempat usaha yang saudara tempati yang akan semakin menguatkan saudara melakukan pelanggaran hukum kawasan hutan.
b. Segera melakukan pembongkaran bangunan warung yang berada di areal kawasan Tahura Ngurah Rai dan segera melakukan penanaman kembali areal terbuka dengan jenis tanaman mangrove/asosiasi mangrove.
4. Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak peringatan ini ternyata saudara tidak menindaklanjuti, maka akan kami lakukan proses hukum lanjutan sesuai peraturan yang berlaku,” begitu bunyi surat tersebut.
Seorang warga lainnya mengaku bahwa Walikota Denpasar telah mengadakan rapat dengan Dinas Pariwisata, UPTD Tahura Ngurah Rai dan pihak PT BTID terkait persoalan tersebut. (*)