Balitopik.com – Miris, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar mengeluarkan surat peringatan keras pemberhentian operasi UMKM atau kuliner yang berada di pinggiran pantai Pulau Serangan, Denpasar Selatan.
Surat peringatan itu telah diterima oleh para pemilik UMKM di Pulau Serangan awal tahun 2025. Artinya tinggal beberapa hari lagi operasi atau penjualan sejumlah kuliner di Pulau Serangan itu harus dihentikan. Jika tidak maka hukumnya pidana.
“Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak peringatan ini ternyata saudara tidak menindaklanjuti, maka akan kami lakukan proses hukum lanjutan sesuai peraturan yang berlaku,” begitu bunyi poin 4 dari surat tersebut.
Padahal jika merujuk pada konsep ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Muhammad Hatta alias Bung Hatta, mestinya pemerintah kota Denpasar ikut dalam pengembangan usaha rakyat rentan ekonomi di Pulau Serangan, bukan justru menindas.
Sebab, sistem ekonomi kerakyatan Bung Hatta itu menekankan pada pentingnya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi, konsumsi, dan pengawasan jalannya roda perekonomian.
Beberapa ciri-ciri ekonomi kerakyatan ala Bung Hatta sebagai berikut:
• Mengutamakan kemakmuran rakyat dengan meningkatkan kualitas hidup
• Peluang usaha yang sama besar untuk memperoleh pekerjaan atau membuka usaha
• Tidak adanya penguasaan sumber daya alam oleh kelompok elite
• Mekanisme pasar yang adil dengan persaingan yang sehat
• Adanya perlindungan hak konsumen
Ciri – ciri konsep ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Bung Hatta itu sangat kontras atau berbanding terbalik, terjadi di Pulau Serangan kini. Investor bergeliat sementara usaha rakyat kecil dikekang.
Pulau Serangan saat ini 90 persen bahkan lebih telah dikuasai investor yaitu oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali. PT BTID memiliki lahan seluas 498 hektar.
Berikut isi surat peringatan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH), UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar kepada para pemilik UMKM di Serangan:
“Berdasarkan hasil patroli perlindungan hutan dan pengecekan lapangan di kawasan Tahura Ngurah Rai di Kelurahan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, dapat kami sampaikan kepada saudara sebagai berikut:
1. Bahwa ditemukan adanya bangunan kegiatan usaha warung makan/kuliner yang saudara buat dan kelola berada di dalam kawasan Tahura Ngurah Rai antara pal batas B/THR 86, B/THR 8g. B/THR Sh, B/THR 8i, B/THR 8j, B/THR 8k, B/THR 9 sampai dengan B/THR 10.
2. Pembangunan bangunan tersebut menyalahi peraturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 juncto Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang berdampak pada hukum pidana.
3. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, kami peringatkan kepada saudara untuk:
a. Tidak membangun bangunan usaha warung makan/kuliner di dalam areal kawasan Tahura Ngurah Rai di sekitar tempat usaha yang saudara tempati yang akan semakin menguatkan saudara melakukan pelanggaran hukum kawasan hutan.
b. Segera melakukan pembongkaran bangunan warung yang berada di areal kawasan Tahura Ngurah Rai dan segera melakukan penanaman kembali areal terbuka dengan jenis tanaman mangrove/asosiasi mangrove.
4. Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak peringatan ini ternyata saudara tidak menindaklanjuti, maka akan kami lakukan proses hukum lanjutan sesuai peraturan yang berlaku.” (*)