• Box Redaksi
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Undang-Undang Pers
Bali Topik
  • Home
  • Bali
  • Politik
  • Opini
  • Lifestyle
    Kristiana Aurel Alua

    Luka Diam Perempuan Timur

    Country Manager Ford RMA Indonesia Toto Suharto saat melepas tim ekspedisi Wonderland Indonesia. -IST

    Ford RMA Dukung Ekspedisi Wonderland, Bakal Tempuh Jarak Ribuan KM di Indonesia Timur

    Sapardi Djoko Damono

    Sebelum Berakhir, Kenanglah Sapardi dan Bulan Juni

    Wamen Ekraf Kagum Lihat Langsung Ratusan Animator Indonesia di Studio BBF Bali

    Wamen Ekraf Dorong BBF Bali Ciptakan Animasi Budaya Indonesia untuk Dunia, Belajar Dari Jumbo

    Balinale umumkan edisi ke-18 yang akan tayang di Icon Bali Mall. -Balitopik.com

    Edisi ke-18 Balinale Tayang di Icon Bali Mall, Simak Jadwalnya

    Trending Tags

    • Pandemic
  • Nasional
  • Hukum
  • Pendidikan
No Result
View All Result
  • Home
  • Bali
  • Politik
  • Opini
  • Lifestyle
    Kristiana Aurel Alua

    Luka Diam Perempuan Timur

    Country Manager Ford RMA Indonesia Toto Suharto saat melepas tim ekspedisi Wonderland Indonesia. -IST

    Ford RMA Dukung Ekspedisi Wonderland, Bakal Tempuh Jarak Ribuan KM di Indonesia Timur

    Sapardi Djoko Damono

    Sebelum Berakhir, Kenanglah Sapardi dan Bulan Juni

    Wamen Ekraf Kagum Lihat Langsung Ratusan Animator Indonesia di Studio BBF Bali

    Wamen Ekraf Dorong BBF Bali Ciptakan Animasi Budaya Indonesia untuk Dunia, Belajar Dari Jumbo

    Balinale umumkan edisi ke-18 yang akan tayang di Icon Bali Mall. -Balitopik.com

    Edisi ke-18 Balinale Tayang di Icon Bali Mall, Simak Jadwalnya

    Trending Tags

    • Pandemic
  • Nasional
  • Hukum
  • Pendidikan
No Result
View All Result
Bali Topik
No Result
View All Result

Menakar Resistensi Sosial dalam Proyek Panas Bumi di Flores

Reporter balitopik.com
27 July 2025 - 7:17 am
in Opini
0
Yoh. Sandriano N. Hitang

Yoh. Sandriano N. Hitang

Share on FacebookShare on WhatsappShare on Twitter

Oleh: Yoh. Sandriano N. Hitang

Balitopik.com – Di tengah gegap gempita transisi energi bersih yang digaungkan pemerintah Indonesia, proyek panas bumi di Flores muncul sebagai salah satu wacana yang kontroversial. Flores, dengan potensi geothermal yang melimpah, seharusnya menjadi contoh sukses pengembangan energi hijau. Namun, kenyataannya, proyek ini justru memicu resistensi keras dari masyarakat lokal, mulai dari pemuka agama hingga komunitas adat yang telah lama menjaga harmoninya dengan alam.

Penolakan ini bukan sekadar reaksi spontan, melainkan sebuah perlawanan yang berakar pada nilai-nilai budaya, sosial, dan ekologis. Konflik ini menegaskan dilema besar antara kebutuhan pembangunan energi bersih dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat serta kelestarian lingkungan hidup.

Antara Potensi dan Tantangan Panas Bumi di Flores

Panas bumi menjadi salah satu pilar utama dalam strategi transisi energi nasional Indonesia. Hal ini tercermin dalam dokumen Indonesia Energy Transition Outlook 2025 yang menempatkan energi terbarukan sebagai kunci pengurangan emisi karbon. Flores, khususnya wilayah Manggarai dan sekitarnya, memiliki potensi geothermal yang signifikan.

Berdasarkan data terbaru PLN Unit Induk Wilayah NTT, pemanfaatan energi panas bumi di Flores mencapai 18 MW dari total potensi sebesar 377 MW. Potensi ini menjadikan Flores sebagai wilayah strategis dalam peta pengembangan energi panas bumi nasional. Hingga kini, bauran energi sistem kelistrikan di Flores menunjukkan dominasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 14,4 persen, diikuti PLTU 13,4 persen, PLTD 6,5 persen, PLTA 1,9 persen, dan PLTMH 3,5 %.

Namun, potensi besar ini tidak serta-merta diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat lokal. Resistensi masyarakat muncul dari kekhawatiran terkait dampak ekologis dan sosial yang telah dan berpotensi terjadi. Kerusakan lingkungan, hilangnya sumber mata pencaharian tradisional, serta ketidakpastian terhadap keberlanjutan dan manfaat jangka panjang proyek menjadi alasan utama penolakan.

Selain itu, kurangnya dialog yang inklusif dan transparan antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat adat memperparah ketegangan yang ada. Resistensi ini bukan sekadar penolakan terhadap teknologi atau pembangunan, melainkan sebuah panggilan untuk pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan menghormati kearifan lokal masyarakat setempat.

Dampak Sosial-Ekologis dan Krisis Legitimasi dalam Proyek Panas Bumi

Bagi masyarakat adat Flores, tanah, air, dan hutan bukan sekadar sumber daya ekonomi, melainkan bagian tak terpisahkan dari identitas kultural dan spiritual mereka. Dalam kerangka ini, proyek panas bumi yang melibatkan eksplorasi dan pengeboran dinilai sebagai ancaman langsung terhadap ekosistem yang selama ini menopang keberlangsungan hidup komunitas lokal.

Kerusakan hutan dan pencemaran sumber air menjadi kekhawatiran utama, karena dapat memicu runtuhnya sistem penghidupan tradisional seperti pertanian dan perikanan. Tak hanya itu, gangguan terhadap keseimbangan ekologis juga menyimpan risiko bencana lanjutan seperti erosi dan penurunan kualitas tanah yang berjangka panjang.

Kekhawatiran tersebut bukannya tanpa dasar. Laporan CELIOS dan WALHI (2024) mengungkapkan bahwa di tiga lokasi proyek PLTP di NTT – Wae Sano, Sokoria, dan Ulumbu – potensi kehilangan pendapatan petani pada tahap konstruksi dapat mencapai Rp470 miliar. Sementara pada tahun kedua operasi, kerugian terhadap output ekonomi daerah diperkirakan menembus Rp1,09 triliun, disertai ancaman penurunan jumlah tenaga kerja hingga 50.608 orang di tahun kedua. Angka-angka ini mencerminkan betapa eksplorasi panas bumi tidak hanya menekan keberlangsungan ekologis, tetapi juga berpotensi merusak fondasi ekonomi masyarakat lokal.

Di sisi lain, persoalan legitimasi semakin menguat ketika proyek-proyek tersebut dijalankan dengan minim keterlibatan warga. Banyak masyarakat adat merasa dikesampingkan dari proses pengambilan keputusan, meski wilayah yang digunakan merupakan tanah ulayat yang diwariskan secara turun-temurun. Siaran pers Koalisi Warga Flores–Lembata (2023) yang di publikasikan oleh JATAM (11/07/2025) menyoroti kurangnya transparansi serta absennya mekanisme konsultasi yang bermakna. Ketika hak atas informasi dan partisipasi diabaikan, proyek yang semula dimaksudkan sebagai solusi energi justru menjelma menjadi sumber konflik sosial.

Selain kerusakan ekologis dan ketidakadilan sosial, keraguan publik juga tumbuh terhadap manfaat jangka panjang dari proyek panas bumi. Banyak warga mempertanyakan, apakah listrik yang dihasilkan akan benar-benar menopang kesejahteraan masyarakat lokal, atau sekadar menguntungkan segelintir pemodal. Dalam laporan CELIOS–WALHI juga ditegaskan bahwa proses ekstraksi geothermal bersifat ekstraktif dan padat modal, sehingga rentan dimonopoli oleh korporasi besar dan asing – sementara warga lokal hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri.

Tanpa adanya jaminan keberlanjutan dan pengelolaan yang inklusif, proyek panas bumi di Flores bukan hanya berisiko merusak lingkungan hidup, tetapi juga dapat mewariskan ketimpangan sosial yang lebih dalam. Oleh karena itu, tuntutan warga agar hak atas tanah, air, dan kehormatan budaya diakui secara utuh bukan sekadar penolakan proyek, melainkan seruan akan bentuk pembangunan yang lebih adil dan manusiawi.

Merawat Legitimasi, Menata Ulang Energi Bersih yang Berkeadilan

Transisi energi bukan sekadar peralihan teknologi, tetapi juga upaya memantik perubahan sosial. Keberhasilan transisi tak cukup diukur dari berapa banyak megawatt listrik dihasilkan atau berapa besar emisi berhasil ditekan, melainkan juga oleh tingkat kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Artinya, transisi energi hanya akan efektif bila didukung oleh legitimasi sosial yang kuat.

Kelemahan banyak proyek energi di Indonesia, termasuk di Flores, terletak pada pendekatan yang top-down. Masyarakat sering kali diposisikan sebagai pelengkap, bukan mitra. Padahal, tanpa rasa memiliki, sulit mengharapkan dukungan jangka panjang. Jika negara ingin mempercepat transisi energi, maka perlu memperlambat proses di awal untuk mendengar, menjelaskan, dan menyusun kebijakan yang kontekstual. Tanpa ruang dialog yang sejajar, proyek panas bumi hanya akan menghadapi krisis legitimasi.

Di Flores, proyek-proyek panas bumi lebih banyak menumbuhkan kekhawatiran dibandingkan harapan. Untuk mengatasi konflik dan resistensi yang terjadi, diperlukan kebijakan yang tidak hanya fokus pada aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat.

Pemerintah dan pelaku industri harus membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan dengan masyarakat adat Flores. Proses pengambilan keputusan harus melibatkan mereka secara aktif, menghormati hak atas tanah adat, dan mengakomodasi aspirasi serta kearifan lokal. Pengakuan hukum terhadap hak masyarakat adat menjadi fondasi penting untuk memastikan pembangunan energi yang berkeadilan sosial.

Pendekatan co-management yang melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya panas bumi harus diimplementasikan. Hal ini tidak hanya meningkatkan legitimasi proyek, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan dan sosial. Pemerintah perlu menetapkan standar ketat terkait dampak lingkungan dan sosial, serta mekanisme pengawasan yang melibatkan masyarakat lokal.

Manfaat ekonomi dari proyek panas bumi juga harus dirasakan langsung oleh masyarakat lokal melalui program-program pemberdayaan ekonomi, pelatihan, dan kesempatan kerja. Transparansi dalam pengelolaan dana dan keuntungan proyek menjadi kunci untuk mencegah ketimpangan dan konflik sosial. Pemerintah harus memastikan bahwa energi bersih tidak hanya menjadi jargon, tetapi juga membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat adat.

Pengalaman Flores mengingatkan kita bahwa energi bersih  panas bumi tidak serta merta berarti adil. Di wilayah yang kaya akan sumber daya, justru terjadi kelangkaan dialog, ketertutupan informasi, dan ketimpangan relasi. Transisi energi yang semula dirancang sebagai jalan keluar dari krisis iklim, berubah menjadi sumber ketegangan baru ketika dijalankan tanpa kepekaan sosial.

Untuk itu, arah transisi energi nasional perlu ditata ulang. Transisi energi mesti menempatkan masyarakat sebagai poros perubahan. Prinsip transisi harus bergeser dari sekadar efisiensi dan percepatan, menjadi keadilan dan keterlibatan.

Transisi energi yang berkeadilan menuntut kebijakan yang merangkul keberagaman perspektif, bukan menihilkan suara lokal demi efisiensi semata. Keberadaan masyarakat adat Flores bukanlah hambatan, melainkan fondasi untuk membangun solusi inovatif yang selaras dengan alam. Dengan melibatkan mereka sejak tahap perencanaan hingga evaluasi, kita dapat menciptakan model pengelolaan panas bumi yang memadukan teknologi mutakhir dan kearifan tradisional. Kita tak bisa menyelamatkan lingkungan hanya dengan mengorbankan komunitas yang telah menjaganya selama ini.

Energi bersih yang adil bukan utopia. Ia hanya membutuhkan satu syarat utama: keberanian untuk mendengar dan kerendahan hati untuk membangun bersama. Di situlah, sesungguhnya, energi masa depan kita bertumpu. (*)

Tentang Penulis

Yoh. Sandriano N. Hitang adalah Mahasiswa Pascasarjana Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Bandung. Selain itu penulis adalah Mantan Ketua PMKRI Denpasar Sanctus Paulus Periode 2016/2017.

 

Tags: FloresIndonesia Energy Transition OutlookMahasiswa PadjadjaranNTTPLTP di NTTProyek Panas Bumi di FloresUniversitas Padjadjaran
Previous Post

Usulan Pro Bono, Koster Ingin Satu Desa Satu Advokat se-Bali

Related Posts

#Saverajaampat, Surga Terakhir di Bumi yang Kini Rusak Akibat Tambang Nikel.
Opini

#Saverajaampat, Surga Terakhir di Bumi yang Kini Rusak Parah Akibat Aktivitas Tambang

Reporter balitopik.com
6 June 2025 - 3:36 am
0

Penulis: Herkulanus S. Sutarto - Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Denpasar Periode 2025-2026 Balitopik.com - Papua merupakan wilayah yang sangat...

Read moreDetails
Kegiatan tambang di Pulau Gag (Foto/Dok/Greenpeace)

Raja Ampat dalam Cengkeraman Industri: Narasi Pembangunan yang Mengabaikan Ekosistem

5 June 2025 - 11:01 am
T.H. Hari Sucahyo. -Dok.pribadi

Smart City, Green Future: Peluang dan Tantangan Ekonomi Digital bagi Urbanisme Hijau

30 April 2025 - 10:31 am
Ilustrasi A.I: Kampus kelola tambang. IST

Pembungkaman Kritisisme dan Intelektual Kampus Melalui RUU Minerba

2 February 2025 - 8:08 am
Mimbar Bebas Mahasiswa Sastra Unud & Eksponen Aktivis 98. -Balitopik.com

Indonesia Emas 2045: Mimpi yang terjerat dalam Paradoks

31 January 2025 - 5:22 am

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ADVERTISEMENT

Premium Content

Wayan Koster dan Konsulat Jepang Katsutoshi Miyakawa saat perayaan ulang tahun ke 65 Kaisar Jepang Naruhito di Hotel Ayana, Jimbaran. -IST

Bali jadi Lahan Basah Investor Jepang

1 March 2025 - 7:44 am
Foto: Surat penolakan pertemuan Forum KUB Perikanan Tangkap Krama Bendega Bintang Laut Kota Denpasar oleh Bendesa Adat Serangan. -Balitopik.com

Bak Orde Baru! Bendesa Adat Serangan Dinilai Diktator karena Larang Pertemuan Nelayan

27 February 2025 - 4:56 pm
Prabowo Subianto. -IST

Prabowo Doakan Nyepi Damai, Di Jembrana Jangan Ditiru

30 March 2025 - 5:47 am

Browse by Category

  • Bali
  • Edukasi
  • Ekonomi
  • Entertainment
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Lifestyle
  • Nasional
  • Olahraga
  • Opini
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Politik
  • Teknologi
  • Travel
  • Uncategorized
  • World

Browse by Tags

Agus Dei (14) Bali (59) Bali Topik (60) Bro Shalah (13) Buleleng (19) Bupati Badung (15) De Gadjah (148) De Gadjah For Bali (20) DPRD Bali (19) DPR RI (14) Flobamora Bali (19) Gerindra (47) Gerindra Bali (50) Giri Prasta (60) Google (105) Gubernur Bali (73) Gubernur Koster (17) Imigrasi Ngurah Rai (14) I Wayan Adi Arnawa (14) Kanwil Kemenkumham Bali (14) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali (22) Koster-Giri (48) KPU Bali (14) Kriminal (14) Kura-Kura Bali (20) Mulia-PAS (72) Nangun Sat Kerthi Loka Bali (20) Nelayan Serangan (13) Pantai Kura Kura Bali (Surf Surf by The Waves) (13) Pantai Serangan (17) PDIP Bali (17) PDI Perjuangan (31) Pemkab Badung (15) Pilgub Bali (137) Pilkada 2024 (15) Pilkada Bali (76) PMKRI Denpasar (16) Polda Bali (28) Prabowo-Gibran (19) Prabowo Subianto (33) PT Bali Turtle Island Development (BTID) (20) PT BTID (32) Pulau Serangan (34) Wayan Koster (214) WNA (25)
Bali Topik

Website ini berhubungan dengan berita, diskusi, atau informasi berbagai topik di Bali. Ini dapat berfungsi sebagai platform bagi orang-orang untuk mengeksplorasi dan terlibat dalam diskusi tentang budaya Bali, pariwisata, politik gaya hidup, dan peristiwa terkini.

Learn more

Categories

TOPIK MEDIA GROUP

  • Box Redaksi
  • Pedoman Media Siber

Recent Posts

  • Menakar Resistensi Sosial dalam Proyek Panas Bumi di Flores
  • Usulan Pro Bono, Koster Ingin Satu Desa Satu Advokat se-Bali
  • PSN Pelabuhan Ikan Dibangun di Pengambengan Jembrana

© 2023-2024 - Balitopik

No Result
View All Result
  • Home
  • Bali Topik
  • Opini
  • Lifestyle
  • Nasional
  • Entertainment
  • Hukum

© 2023-2024 - Balitopik

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?