Balitopik.com, BALI – Tokoh senior Partai Golkar asal Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Gede Indria angkat bicara jelang Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Bali Minggu 13 Juli 2025 mendatang.
Diakuinya saat ini ada polemik kepentingan di tubuh Golkar Bali. Mantan anggota DPRD Buleleng era 1990-an itu menyoroti dinamika yang berkembang di internal partai berlambang pohon beringin tersebut, ketika dihubungi awak media, Rabu ( 9/7/2025).
Meski mengaku sudah tidak aktif secara struktural di Golkar, Gede Indria merasa terpanggil untuk menyampaikan pandangan demi masa depan partai.
Gede Indria menilai seluruh calon pimpinan Golkar Bali adalah figur-figur potensial. Namun, ia menyoroti dua nama yang kini menjadi sorotan publik: Nyoman Sugawa Korry dan Gede Sumarjaya Linggih (Demer).
“Kami tidak punya kepentingan pribadi. Tapi sebagai orang yang merasa memiliki Golkar, saya melihat Golkar Bali perlu perombakan karakter. Kader muda harus dididik menjadi pengayom masyarakat, bukan pengayom kelompok tertentu,” ujar Gede Indria.
Ia memuji kepemimpinan Sugawa Korry sebagai sosok yang etis dan selalu hadir saat kader di bawah membutuhkan. Menurutnya, hal ini menjadi nilai penting dalam membangun partai yang sehat dan berjiwa sosial.
Namun, ia juga mengingatkan potensi kerusakan partai apabila sistem internal hanya didasarkan pada transaksionalitas antara hak dan kewajiban.
“Kalau kader sudah menerima hak, lalu harus tunduk melaksanakan kewajiban karena uang, ini yang menghancurkan partai. Jangan sampai sistem jual beli suara menggerogoti Golkar,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia secara terang-terangan mengkritik pola kepemimpinan yang terindikasi mendukung strategi ‘kotak kosong’ dalam Pilkada. Ia bahkan menyebut istilah “Sutradara Kotak Kosong” sebagai sindiran untuk para elite partai yang lebih mementingkan deal politik dibanding memperjuangkan kader potensial.
“Jangan sampai kita punya calon kuat, malah tidak direkom dan akhirnya melawan kotak kosong. Itu jelas mencurigakan. Ada apa di balik semua ini? Apakah hanya demi ‘saweran’ atau bargaining politik?” tanyanya retoris.
Gede Indria juga memberikan catatan keras terhadap Gede Sumarjaya Linggih yang kini digadang-gadang sebagai calon ketua Golkar Bali. Ia menyebut bahwa kiprah Demer sebagai anggota DPR RI selama lima periode lebih karena keberuntungan politik, bukan karena ketokohan murni.
“Saya masih ingat, tahun 2004 beliau ikut di Partai PIB. Sekarang disebut sebagai tokoh senior Golkar, menurut saya belum mumpuni. Apalagi sekarang ada laporan ke KPK, MKD DPR, dan Kejaksaan Agung terkait dugaan pelanggaran UU Korupsi. Bukankah ini membahayakan citra partai?” ujarnya lantang.
Ia pun menyarankan agar Demer fokus menyelesaikan persoalan hukumnya terlebih dahulu daripada berambisi memimpin Golkar Bali. Tuduhan yang dilaporkan oleh aktivis anti-korupsi disertai bukti kuat, menurutnya bukan hal remeh yang bisa diabaikan.
“Semoga beliau bisa nyute kerthi (introspeksi diri), agar semuanya berjalan damai dan humanis. Jangan sampai partai ini dipimpin oleh orang yang sedang dikejar laporan hukum. Itu hanya akan menjadi beban besar,” ucap Gede Indria penuh harap.
Di tengah riuh kontestasi menuju Musda Golkar Bali, suara dari akar rumput dan para tokoh lawas seperti Gede Indria menjadi pengingat keras: bahwa Golkar tidak boleh kehilangan marwah dan arah perjuangannya. Bukan sekadar memenangkan kursi, tetapi mengembalikan kepercayaan rakyat yang selama ini perlahan terkikis oleh pragmatisme politik.
Gede Indria mengingatkan agar Partai Golkar jangan hanya dipakai sekedar sebagai tameng pelindung dlm rangka proses dugaan korupsi yang skr sdg berjalan, bukan saja terhadap GSL sendiri tetap juga terhadap dugaan keterlibatan anaknya.
“Aspirasi ini, bukan saja ditujukan kepada Ketua Umum Partai Golkar, juga diharapkan bisa dipergunakan sbg bahan masukan kepada para pemilik suara di bawah, karena biar bagaimanapun kalau ternyata dugaan itu benar dan berproses di aparat penegak hukum, paling tidak ikut andil dan bertanggung jawab terhadap citra buruk yang menimpa Partai Golkar kedepan,” ungkapnya
“Golkar jangan jadi rumah dagang kepentingan. Kalau salah memilih pemimpin, bukan hanya partai yang hancur, tapi Bali ikut dibebani,” pungkasnya. (*)