Balitopik.com – Seorang warga asli Serangan yang berprofesi sebagai Pengacara sekaligus aktivis perempuan dan anak, Siti Sapurah, SH atau yang akrab disapa Ipung memprediksi warga asli Serangan akan habis terusir 10 tahun yang akan datang.
Perkiraan itu bukan tanpa alasan, tetapi berdasarkan fakta kondisi warga Serangan yang makin hari makin terpinggirkan oleh mega proyek PT Bali Turtle Island Development (BTID).
“Lihat saja 5 sampai 10 tahun yang akan datang udah gak ada manusia di situ. Saya sudah bilang kepada warga di sana, 5 sampai 10 tahun lagi kalian udah gak ada di Pulau Serangan,” ujarnya saat ditemui di Denpasar, Kamis (19/12/2024).
Menurut Ipung, filosofi Tri Hita Karana yang menjadi konsep pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dikelolah oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) itu hanya bualan semata. Disebutnya PT BTID hanya menjual filosofi Hindu Bali untuk kepentingan investor.
Bisa disebut filosofi Tri Hita Karana yang merupakan ajaran Hindu yang mengajarkan manusia untuk menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lingkungan itu telah dikapitalisasi oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID). Orientasinya hanya pada uang, mengabaikan manusia, alam lingkungan, apalagi Tuhan, sudah terlupakan.
“Dia hanya menjual slogan-slogan Hindu Bali untuk mendatangkan investor demi uang, supaya dianggap PT BTID ini sudah menyatu dengan warga lokal dengan menjual Tri Hita Karana. Pertanyaan saya mereka paham gak soal Tri Hita Karana,” kata Ipung.
Sebagaimana diketahui, saat ini sebagian besar pulau Serangan dikuasai oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID). Bahkan telah memiliki lahan atau tanah diluar Kawasan Ekonomi Khusus. Warga setempat semakin tergeser ke pinggiran pulau Serangan.
Pulau Serangan yang perlahan akan dikenal sebagai Kura Kura Bali itu diisolasi dan dijaga ketat oleh pihak PT Bali Turtle Island Development (BTID). Bahkan masyarakat setempat yang akan melakukan persembahyangan di hari besar keagamaan ke Pura yang ada dalam Kawasan tersebut harus bersurat dulu kepada pihak PT BTID.
“Ini adalah bentuk ketidakadilan struktural. Pemerintah harus melakukan audit terhadap status lahan yang kini dikuasai PT BTID dan memastikan warga mendapatkan haknya. Jangan sampai rakyat terus menjadi korban keserakahan pihak-pihak yang berkuasa,” pintanya. (*)