Balitopik.com – Anggota Komisi I DPRD Provinis Bali, I Nyoman Oka Antara mengomentari tuntutan 9 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terhadap bos Flame Spa, Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha dan 3 karyawan yang diduga melakukan kegiatan spa esek-esek.
Menurut Oka Antara setiap putusan hukum memang mempertimbangkan sejumlah aspek, misalnya para tersangka bersikap kooperatif, jujur dan mengakui perbuatan.
Hanya saja pertimbangan kooperatif itu tidak boleh terlalu mempengaruhi tuntutan maksimal dari pokok kasus tersebut.
“Nah ini yang perlu ditelusuri, pertimbangannya apa sampai tuntutannya 9 bulan itu. Kalau bisakan maksimal sesuai dengan undang-undang pornografi biar ada efek jeranya,” kata Oka Antara ketika dihubungi, Senin, (24/2/2025).
“Kami tidak ingin ikut campur dalam putusan itu cuma kalau bisa dimaksimalkan biar orang tidak berpikir ada ini itu dalam putusan itu,” tambahnya.
Oka Antara menambahkan, putusan dalam suatu kasus mestinya tetap menjaga marwah hukum itu sendiri. Ia mengatakan jika memang terbukti bersalah, maka harus dituntut sesuai hukum yang berlaku.
“Harapan kami di dewan itu kalau sudah soal hukum kalau terbukti bersalah itu dihukum, di kasih efek jera biar kedepannya itu tidak ada lagi seperti itu. Jangan hanya sekadar ada hukumannya,” kata dia.
Oka Antara juga mengingatkan, bahwa Gubernur Bali, Wayan Koster telah mengingatkan apabila ada aktivitas esek-esek berkedok spa, harus ditindak. Mengingat Spa Bali sudah masuk kategori pengobatan tradisional.
“Ya dimaksimalkan, kalau dia terbukti melanggar ya dimaksimalkan. Apalagi sudah diwanti-wanti sama Pak Gubernur kalau ada kedok di dalam spa atau apapun itu harus ditindak tegas,” tandasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Flame Spa didirikan dengan dua pemegang saham utama, yakni Nitha sebagai Komisaris dan Ni Made Purnami Sari sebagai Direktur. (*)