Balitopik.com – Imbauan KPU Bali soal green election atau pilkada hijau atau pilkada tanpa baliho sepertinya tidak berjalan sesuai harapan. Mengingat masih saja ada baliho nongol di pinggir-pinggir jalan. Lantas apakah pemasangan baliho itu melanggar undang-undang?
Forum Komunikasi (FK) Sunda Kecil pun mempertanyakan hal tersebut. Dibuatlah Teras Dialog di Rumah Sinergi di jalan Tukad Musi I Nomor 5, Renon, Denpasar, Rabu (4/9/2024), malam, guna mencari tahu sisi-sisi tertentu dari green election apabila diterapkan di pilkada Bali 2024.
Yoga Cahyadi sebagai moderator sekaligus sebagai Ketua Bidang Kerja Forum Komunikasi Sunda Kecil Bali membuka dialog tersebut dengan pernyataan bahwa green election adalah sebuah gagasan tentang pemilu bukan menjadi ajang menambah sampah, sebab banyaknya baliho dari pemilu kemudian pilkada menambah sampah plastik di Bali.
Ignasius Darmawan, salah satu peserta dialog mengatakan spirit green dari green election memang perlu diapresiasi. Namun jika dilihat dari sisi politik, ada pihak yang dirugikan jika green election ini diterapkan di pilkada Bali 2024.
Menurut dia, hal tersebut bisa menguntungkan incumbent dan merugikan new comer di Pilkada Bali 2024. Bagaimana dengan pendatang baru? Apa bentuk kampanyenya? Bagaimana cara memperkenalkan paslon baru tersebut?, Darmawan bertanya.
“Ini sangat berat bagi paslon baru dengan waktu yang sangat pendek. Memang spirit green dari green election itu kita apresiasi, tapi kalau diterapkan dalam pilkada (2024) ini rasanya tidak begitu fair play,” kata Dia.
Secara sustainable, sambung Herman Umbu Billy, Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Program Magister Inovasi Sistem & Teknologi bidang keahlian Energi Terbarukan, mengatakan sebagai langkah awal green election perlu diapresiasi.
Apabila dikaji lebih mendalam, lanjutnya, pengalihan baliho kampanye ke videotron juga tidak begitu menerapkan semangat green election. Sebab penggunaan arus listrik di videotron juga cukup besar.
“Spanduk atau baliho diganti dengan media sosial di handphone dan laptop atau videotron itu juga bukan green karena saat gunakan listrik kita masih pakai paiton yang juga tidak green,” terang Umbu Billy.
Koordinator Forum Komunikasi Sunda Kecil Bali, Yosep Yulius Diaz berpendapat, ada baiknya green election ini diterapkan di pemilu 2029. Ide luhur KPU Bali itu perlu kajian yang matang, dibuatkan regulasi sehingga tidak sekadar sebagai imbauan melainkan diundang-undangkan.
“Saran saya, mari kita terapkan di 2029 saja, siapkan semua regulasi dan segala macamnya. Esensinya harus fair, ini ide bagus yang perlu penyajian matang. Bila perlu tidak hanya baliho soal pilkada atau pemilu saja, tapi baliho soal ucapan-ucapan selamat dan lain-lain itu ditiadakan saja,” ucap Yusdi.
Kendati demikian Forum Komunikasi (FK) Sunda Kecil tetap mendukung green election yang sudah diimbaukan KPU Bali untuk Pilkada Bali 2024 tapi dengan beberapa catatan. Adapun catatan dan masukan FK Sunda Kecil Bali terhadap KPU Bali dan penerapan green election pada Pilkada 2024, sebagai berikut;
1. Kita menghormati imbauan KPU Bali namun tentunya harus disesuaikan dengan kondisi
2. Mengajak seluruh masyarakat untuk memperhatikan sampah
3. Awasi pemasangan baliho agar tidak mengganggu fasilitas umum
4. Diatur ukuran serta kuota penggunaan baliho setiap kandidat (Misalnya 1 Banjar 1 baliho)
5. Baliho yang terpasang di Banjar tersebut harus diberi stempel atau tanda tangan atau kode dari KPU, jika tidak maka spanduk atau baliho tersebut harus dicopot pihak yang berwajib. (*)