Balitopik.com – Debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur Bali diselenggarakan di The Meru, Sanur pada Sabtu (9/11/2024), dengan tema besar “Menyikapi Dinamika Otonomi Daerah di Bali”.
Dalam debat kali ini, berbagai isu strategis terkait otonomi daerah dibahas secara mendalam, dengan lima sub-tema utama, yakni hubungan pusat-daerah, pajak dan retribusi daerah, collaborative governance (pentahelix), inovasi daerah dalam menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pasangan calon nomor urut 1, Made Muliawan Arya (De Gadjah) dan Putu Agus Suradnyana (PAS) atau Mulia-PAS, menyoroti pentingnya hubungan pusat-daerah yang harmonis serta penerapan collaborative governance (pentahelix) dalam pembangunan daerah.
De Gadjah menekankan bahwa pembangunan nasional yang produktif hanya bisa tercapai jika otonomi daerah, desentralisasi, dan dekonsentrasi dijalankan secara efektif.
“Hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan daerah akan menyulitkan pembangunan, dan oleh karena itu, Satu Jalur adalah langkah taktis yang bermanfaat strategis bagi Bali di tengah kondisi fiskal daerah yang sedang tidak sehat,” tandasnya.
De Gadjah juga menyoroti Bali yang mengalami defisit anggaran Rp1,9 triliun pada tahun 2023 dan adanya utang yang harus dibayar termasuk cicilan utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp245 miliar per tahun.
“Bali mengalami defisit anggaran sebesar Rp 1,9 triliun pada 2023 dan sekarang kita kembali menghadapi tantangan besar dengan utang yang harus dibayar, termasuk cicilan utang PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional, Red) sebesar Rp 245 miliar per tahun,” ujar De Gadjah.
Ia juga mengkritik upaya yang diambil oleh pemerintahan untuk mengatasi defisit ini, seperti peminjaman utang baru yang diajukan oleh Bank Pembangunan Daerah (PBD) Bali sebesar Rp 842 miliar pada tahun 2024. Hal ini, menurutnya, sangat berbeda dengan kondisi yang ada pada masa kepemimpinan Gubernur periode 2008-2018 I Made Mangku Pastika, yang mewariskan surplus anggaran sebesar Rp 1,1 triliun.
Dalam hal collaborative governance, De Gadjah menyatakan bahwa partisipasi pihak-pihak di luar pemerintahan, seperti sektor swasta, masyarakat, dan organisasi lainnya, harus dijaga dan dimaksimalkan. Hal ini penting agar seluruh pihak dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan pembangunan Bali secara lebih inklusif.
Satu hal yang ditekankan oleh De Gadjah adalah pentingnya kesatuan visi dan misi dalam pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Program Satu Jalur yang diusung Mulia-PAS mencerminkan semangat untuk mengintegrasikan pembangunan Bali dengan tujuan pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. (*)